Pemerintah Indonesia (PemRI) melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengemukakan kekecewaan atas tindakan Parlemen Eropa (PE) yang tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada tahun 2021.
Kebijakan yang diskriminatif ini, sebagaimana dirilis lewat website Kemlu, tercermin dalam pemungutan suara di PE terhadap “the draft of Directive on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Sources” dalam sesi pleno, 17 Januari 2018.
Menyikapi keputusan tersebut, PemRI memahami meski keputusan PE tersebut belum final namun akan mempengaruhi pandangan konsumen di Uni Eropa (UE) serta memberikan tekanan politik bagi negara-negara anggota UE dan berbagai institusi UE dalam pembentukan sikap terhadap kelapa sawit sebagai salah satu sumber energi terbarukan.
“Sangat disayangkan, sebagai institusi terhormat, PE melakukan tindakan ini tidak hanya sekali tetapi berulang kali. Contoh terakhir adalah resolusi tentang Palm Oil and Deforestation of Rainforests dengan kesimpulan yang melenceng dan bias terhadap kelapa sawit,” sebagaimana rilis yang disampaikan melalui website Kemlu.
Parlemen Eropa, menurut Rilis tersebut, secara konsisten tidak mengindahkan fakta bahwa kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas sangat tinggi yang berpotensi menyumbang konservasi lingkungan dalam jangka panjang sebagai global land bank bila dibandingkan dengan minyak sayur lainnya.
“Kelapa sawit juga sepuluh kali lipat lebih efisien dalam pemanfaatan lahan dibandingkan dengan minyak rapeseed Eropa. Oleh karena itu, kebijakan untuk menghilangkan kelapa sawit dari program biofuel sebagai sumber energi terbarukan merupakan kebijakan perdagangan yang proteksionis daripada upaya pelestarian lingkungan semata,” bunyi rilis yang dikeluarkan oleh Kemlu.
Dalam hal ini, PemRI berkomitmen menjamin dan mempertahankan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pengembangan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dan regulasi. Lebih lanjut, industri minyak sawit Indonesia telah terbukti berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals.
“Proses selanjutnya dan keputusan akhir RED II dipastikan akan berdampak pada fondasi hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa yang terus tumbuh berdasarkan nilai saling menghormati kepentingan masing-masing,” mengutip pernyataan akhir pada rilis tersebut. (sak)