Pemerintah Indonesia mengecam kekerasan dan pelanggaran yang terus dilakukan oleh Israel kepada rakyat Palestina, yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan hukum internasional.
“Israel sama sekali tidak menerapkan Resolusi DK PBB 2334 (2016). Tindakan Israel merupakan penolakan terang-terangan terhadap Resolusi DK PBB,” kata Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AM Fachir dalam pertemuan DK PBB mengenai Palestina, di Markas PBB New York, Amerika Serikat, Selasa (26/3).
Sebelumnya Special Coordinator PBB untuk perdamaian Timur Tengah, Nicolay Mladenov, mewakili Sekjen PBB, menyampaikan laporan tertulis implementasi Resolusi 2334. Dalam laporan itu disampaikan berbagai perkembangan negatif terjadi di wilayah pendudukan Palestina.
Diawali penutupan misi pengawas asing pada akhir Februari, pemotongan penerimaan pajak milik Palestina sebesar USD 139 juta, penutupan pintu gerbang Masjid Al-Aqsa, perluasan pendudukan, pengusiran warga Palestina dari rumahnya, hingga kekerasan dan teror oleh pendatang (settlers) yang didukung oleh petugas keamanan Israel.
Menurut Wamenlu AM Fachir, berbagai hal yang dilakukan pemerintah Israel menunjukkan kecenderungan pengambilalihan wilayah Palestina atau yang disebut dengan aneksasi.
Hal ini membuat ‘solusi dua negara’ yang selama ini diperjuangkan dan disepakati oleh dunia internasional, termasuk Palestina dan Israel sendiri, menjadi semakin jauh dari kenyataan.
Wamenlu juga garisbawahi tentang kondisi ekonomi dan kemanusiaan rakyat Palestina yang harus jadi prioritas, disamping berbagai upaya politik lainnya. Ia menilai, kemiskinan dan pengangguran merupakan salah satu sumber konflik.
Pada Februari lalu, lanjut Wamenlu, Pemerintah RI meningkatkan bantuan sejumlah USD 1 juta kepada Badan PBB untuk Pengungsi Paletina (UNRWA), dan bantuan proyek desalinasi di Gaza.
Milik Suriah
Sementara itu menyangkut posisi Dataran Tinggi Golan yang diakui Pemerintah Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari Israel, Wamenlu menegaskan bahwa Indonesia menolak pengakuan itu. Indonesia, tegas Wamenlu, mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah kedaulatan Suriah.
“Indonesia menolak keras adanya pengakuan AS bahwa Dataran Tinggi Golan merupakan bagian dari Israel. Tindakan ini tidak bisa diterima dengan standar apapun, khususnya Resolusi DK PBB,” tegas Wamenlu.
Lebih lanjut, Wamenlu Fachir jelaskan bahwa pengakuan AS ini akan mengganggu upaya-upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Menutup pernyataannya, Wakil Menlu RI menyampaikan permintaan kepada DK PBB untuk terus memonitor perkembangan di Palestina, khususnya di Yerusalem, untuk menghindari eskalasi konflik. (ist)