Indonesia di IMD World Competitiveness
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Indonesia di IMD World Competitiveness

Publikasi IMD World Competitiveness Yearbook 2018 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 11 negara di Asia Pasifik. Naik 1 tingkat dari tahun sebelumnya.

International Institute for Management Development (IMD) yang dapat diakses di www.imd.org, telah melaksanakan studi secara rutin sejak 1989. Publikasi tahun ini adalah yang ke-30.

Bagian riset IMD World Competitiveness Center yang berdomisili di Lausanne, Swiss, melibatkan lembaga mitra dari berbagai negara. Di Indonesia partner IMD adalah Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB-UI) dan NuPMK Consulting.

LM FEB-UI adalah lembaga yang telah berusia 55 tahun dan memiliki reputasi panjang dalam dunia penelitian, konsultasi, pelatihan, dan asesmen. Pemahaman akan dunia usaha diperoleh dari perjalanan membantu dunia usaha di Indonesia, BUMN dan Swasta, dalam berbagai aspek, seperti penyusunan restrukturisasi.

Misalnya saja, persiapan pembentukan Holding Company BUMN Pertambangan. Selain itu ada perencanaan strategik, audit organisasi, perencanaan sumber daya manusia, pemetaan anak dan cucu perusahaan, dan lainnya.

Dengan menggunakan 258 indikator, baik hard maupun soft data, dilakukan pengolahan untuk mendapatkan pemeringkatan yang valid.

Hard data, yang diperoleh dari publikasi statistik, diberikan bobot dua kali lebih besar dibandingkan soft data, yang diperoleh dari survey opini eksekutif. Survey yang terakhir untuk menangkap persepsi bisnis atas berbagai isu yang terkait dengan daya saing bisnis.

Komponen penilaian terdiri atas empat faktor kompetitif dengan tren 5 tahun terakhir untuk tiap trend pada masing-masing negara. Empat faktor tersebut meliputi kinerja perekonomian, efisiensi, efisiensi bisnis dan infrastruktur.

Dari keempat faktor kompetitif tersebut, studi 2018 menunjukkan posisi Indonesia pada kawasan Asia Pasifik, meningkat 1 tangga. Hal ini disebabkan penurunan peringkat Filipina.

Meski sudah naik 1 peringkat, Indonesia ke depannya harus bisa menyaingi Singapura (peringkat 3). Indonesia sudah lebih unggul dari Malaysia (naik peringkat menjadi 22), dan Thailand (turun peringkat menjadi 30).

Sementara di level global, Indonesia menurun dari peringkat 42 ke 43. Penurunan ini berkebalikan dari kenaikan Slovenia dari 43 ke 37, dan Italia dari 44 ke 42. Perubahan antar-negara ini mengakibatkan peringkat dunia Indonesia menurun 1 tangga di dunia.

Terhadap peringkat 1 tahun 2018, yaitu Amerika Serikat, nilai index Indonesia sebesar 68,9 terhadap 100. Di dunia peringkat 5 besar ditempati oleh Amerika Serikat, Hong Kong, Singapura, Belanda, dan Swiss.

“Pada komponen efisiensi bisnis, aspek yang perlu dibenahi terletak pada daya produktivitas dan efisiensi bisnis,” ungkap Managing Director LM FEB-UI, Toto Pranoto di Jakarta, beberapa waktu lalu seperti dirilis Humas UI.

Adapun pada sektor infrastruktur titik krusial terletak pada semua aspek daya dukung pembangunan infrastruktur, meliputi: infrastruktur dasar, teknologi, scientific infrastruktur, kesehatan dan lingkungan, serta edukasi.

Sejumlah permasalahan pada government dan corporation, memerlukan ruang harmonisasi supaya kebijakan publik dan bisnis dapat beririsan membentuk pertumbuhan ekonomi yang solid.

“Dengan pertumbuhan ekonomi (Product Domestic Bruto-PDB) tahun 2018 sebesar 5,1-5,2 %, maka daya dukung manajemen sangat diperlukan. Pemahaman manajemen tata kelola kebijakan publik harus dapat memahami tata kelola private sebagai entitas bisnis,” jelas Toto.

Beberapa keunggulan dalam komponen yang dilihat dalam survey ini merupakan strategic positioning Indonesia dalam perekonomian global. Beberapa aspek tersebut mencakup kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan pajak, danpasar tenaga kerja.

“Jika dilihat lebih lanjut, ketiga sektor tersebut merupakan enabler factor dalam pada sektor industri dan pembangunan infrastruktur fisik. Hanya saja, daya dukung infrastruktur masih memerlukan akselerasi atau percepatan pada saat yang bersamaan. Mengingat, semua sektor pada komponen infrastruktur yang dimiliki Indonesia saat ini relatif rendah dibandingkan negara-negara tetangga,” pungkas Toto. (sak)