Hari Musik Nasional: Refleksi Bertindak Nyata
HIBURAN PERISTIWA

Hari Musik Nasional: Refleksi Bertindak Nyata

Hari Musik Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Maret telah diperingati sejak tahun 2013.

Berbeda dengan Hari Musik Internasional yang jatuh pada tanggal 21 Juni, tanggal 9 Maret dipilih lantaran merupakan hari lahir pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya serta Pahlawan Nasional Wage Rudolf Supratman.

Bekraf berharap peringatan Hari Musik Nasional sebaiknya tidak bersifat seremonial tetapi lebih kepada langkah-langkah nyata yang dilakukan untuk membenahi ekosistem yang sangat dibutuhkan segenap pemangku kepentingan permusikan Indonesia.

Fase transformasi
Industri musik Indonesia sudah berjalan selama lebih dari 40 tahun dan saat ini telah melewati fase pertama teknologi disruptif dari digitalisasi musik. Dimana konsumen beralih dari rekaman vinil ke CD lalu kemudian menguduh format digital.

Pada fase digital berikutnya, konsumen merasa tidak lagi ingin memiliki musik, namun mereka ingin mengakses musik di berbagai platform menggunakan layanan awan dan ponsel pintar.

Semua transformasi dari inovasi teknologi ini telah menghasilkan model bisnis baru, perilaku konsumen baru, persepsi yang berubah dalam nilai musik, pembuat konten dan struktur industri baru, hingga konflik baru seputar distribusi royalti.

Menghadapi perubahan dan kemajuaan teknologi dalam industri musik, Hak Cipta menjadi penting karena tidak hanya memberikan dasar penentuan nilai ekonomi, tetapi juga memberikan perlindungan pada sebuah karya musik.

Tanpa hak cipta, tidak akan ada cara untuk mencegah penyalinan, dan tidak mungkin bagi pencipta atau pemilik karya musik untuk mengakses hasil dari pekerjaan mereka.

Nilai ekonomi sebuah karya musik dapat ditentukan berdasarkan informasi yang lengkap mengenai berapa besar, kepada siapa dan bagaimana hak cipta atau royalti tersebut akan didistribusikan dalam suatu metadata yang standar.

Salah satu dampak dari tidak dikelolanya metadata musik dengan baik adalah munculnya potensi kerugian seperti tidak terdistribusikannya pembayaran royalti bagi yang berhak.

Penerimaan royalti yang terhambat dan tidak tepat sasaran akan turut menghambat kontribusi ekonomi kreatif subsektor musik pada penerimaan ekonomi negara serta penyerapan tenaga kerjadi industri terkait.

Dengan kata lain pergerakan mikro ekonomi industri musik Indonesia secara otomatis tidak akan berjalan dengan baik.

Ekosistem yang lengkap
Kondisi ini menciptakan sebuah kebutuhan tidak terelakkan lagi bagi industri musik Indonesia untuk memiliki suatu ekosistem yang lengkap, terintegrasi dan seamless dari hulu (copyright/publishing) ke hilir (neighboring rights).

Ekosistem ini akan merangkum seluruh informasi mengenai sebuah karya musik mulai dari hak cipta, hak terkait dan segala bentuk turunan industri musik. Harapannya adalah potensi nilai ekonomi dari industri musik dapat dikelola secara efektif, transparan, akurat dan tepat waktu.

Berdirinya ekosistem ini akan menciptakan sebuah fondasi bagi kemajuan industri musik Indonesia. Ekosistem ini diharapkan juga mencakup interkoneksi dengan pencatatan arsip ciptaan musik di Ditjen HKI sub-sektor Cipta (Kemenkumham), pekerjaan/profesi seniman di Ditjen Dukcapil (Kemendargri), dan pembayaran pajak royalti di Ditjen Pajak (Kemenkeu).

Jika ekosistem ini dapat diwujudkan, Indonesia akan memiliki arsip data semua karya cipta musik yang lengkap, akurat, transparan, terintegrasi dan meningkatkan nilai tambah ekonomi karya cipta tersebut bagi pemusik.

Eksosistem ini juga dapat memberikan gambaran yang akurat terkait pendapatan industri kreatif dari sub-sektor musik yang pada nantinya akan dapat merealisasikan amanah UU no.28/2014 perihal Pencatatan Hak Cipta (pasal 66). Dan sebagai dasar Penetapan Hak Cipta sebagai objek Fidusia (yang didasari oleh rekap terintegrasi data pembayaran pajak PPH23 Royalti).

Program Portamento
Oleh karena itu sejak awal tahun lalu Bekraf menginisiasi program pengembangan ekosistem tatakelola musik digital Indonesia yang diberi nama Portamento.

Tahun 2018, naskah akademik Portamento telah diselesaikan sebagai landasan pembangunan sistem elektronik Portamento pada tahap selanjutnya.

Program ini merupakan pekerjaan yang sangat besar dan membutuhkan kerjasama yang baik antara Kementerian dan Lembaga Pemeritah terkait serta dengan para pemangku kepentingan lainnya disubsektor musik.

Selain program Portamento, Bekraf juga terus melakukan berbagai pendukungan nyata yang lain untuk sub sektor musik, seperti:

– Membawa beberapa talent Indonesia serta program musik Hello Dangdut ke SXSW;
– Bantuan Pemerintah (Banper) revitalisasi ruang kreatif, sarana fisik, dan teknologi informasi dan komunikasi;
– Digitalisasi Lagu Museum Musik Indonesia;
– Dukungan Ambon Kota Musik Dunia;
– Penyelenggaraan Konferensi Musik Indonesia;
– Synchronize Fest 2016, 2017, 2018;
– Bandung Philharmonic 2016, 2017 & Jakarta City Philharmonic 2016, 2017, 2018;
– Fasilitasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk pelaku kreatif bidang musik;
– Program wRockshop;
– Program sertifikasi profesi musik;
– Liztomania 2016, 2017, 2018;
– Travel Grant kepada beberapa musisi lokal untuk tour luar negeri.
– Bantuan Pemerintah untuk kota Ambon berupa studio rekaman dan ruang pertunjukan;
– Pendukungan keikutsertaan para pelaku industry musik ke acara Marché International du Disque et de l’Edition Musicale (MIDEM); dan lainnya.

Dengan pelaksanaan Portamento dan dukungan lainnya ke subsektor musik, Bekraf berharap dapat melakukan tindakan nyata dalam menjadikan subsektor musik sebagai salah satu sektor unggulan ekonomi kreatif di Indonesia.

Bekraf, dengan segala keterbatasan anggaran yang ada, akan terus berusaha berkomunikasi dengan semua stakeholders musik nasional, mendukung ‘capacity building’ dan membenahi regulasi-regulasi yang ada.

Kehadiran negara bukan malah menghalangi kreativitas namun sebaliknya negara harus berperan bagaikan sebuah Aquarium besar yang airnya selalu terjaga bersih, oksigennya cukup sehingga beragam ikan-ikan bisa berenang dan tumbuh sehat. (ditulis Raden Zulkifar/bekraf)