Hari ini tepat di tanggal 22 Juli 2024, diperingati sebagai Hari Kejaksaan atau Hari Bhakti Adyaksa ke 64 tahun. Peringatan ini terbentuk melalui Surat Keputusan Menteri/JA No. Org/A-51/1 tanggal 2 Januari 1961.
Sebelum reformasi istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Termasuk pada zaman kerajaan Hindu-Jawa, di Jawa Timur sendiri.
Di mana pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Pada masa itu, seorang peneliti Belanda bernama W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit. Lebih tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M).
Dhyaksa sendiri adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang memerintahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri).
Lalu, Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen/Asisten Residen. Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka.
Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung. Bahkan, peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942.
Yang mana kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, dan pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran, Menuntut Perkara, Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal, dan Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945.
Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri. Yaitu, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan.
Tepatnya, dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. (rri)