Tangan Dokter Marsia cekatan memompa aneroid, alat pengukur tekanan darah, pada lengan tangan pasien di Puskesmas Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua.
Berkat aliran listrik, ia tak lagi kesulitan memberikan tindakan pertolongan kesehatan bagi warga setempat. Di Puskesmas, listrik ia gunakan untuk penerangan dalam memasang infus, alat bantu pernafasan, berbagai peralatan medis, hingga untuk menghangatkan bayi baru lahir.
Dokter berusia 30 tahun tersebut merasa senang, kini pelayanan yang diberikan dapat berjalan optimal.
“Sebelum adanya listrik kami mengalami banyak sekali kesusahan, mulai dari penerangan untuk memasang infus, untuk penanganan oksigen jika pasien sesak, kemudian pada saat bayi lahir kami juga susah menghangatkan. Setelah adanya listrik yang masuk kami bisa menangani lebih baik dan lebih cepat,” ungkap Marsia.
Ia berharap kondisi listrik di Kabupaten Puncak menyala 24 jam seperti saat ini bisa terus berjalan tanpa hambatan.
“Listrik di Kabupaten Puncak kini menyala 24 jam, tanpa hambatan. Penggunaan mesin besar tidak lagi jadi penghalang untuk terus memberi pelayanan,” ujar dokter yang telah 3 tahun bertugas di Ilaga dan mulai jatuh hati pada kultur Papua tersebut.
Kebahagiaan Marsia juga menjadi penawar rindu bagi warga Ilaga yang bisa merasakan penerangan lebih panjang. Sebelas tahun sudah distrik tersebut hidup berteman dengan keterbatasan suplai listrik.
Penantian mereka akhirnya berakhir sejak hadirnya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang dibangun Pemerintah dan diresmikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 20 Desember 2019 silam.
Akhir tahun lalu menjadi awal cerita baru bagi anak-anak pedalaman Ilaga. Hawa dingin pegunungan tak lagi diselimuti kegelapan. Sinar-sinar lampu mulai setia menemani rutinitas malam.
Sebelumnya, listrik di Ilaga hanya beroperasi kurang dari 12 jam, mengandalkan kerja pembangkit bertenaga diesel. Bila solar habis, pemadaman menjadi hal wajar.
Membangun PLTMH Ilaga bukan perkara mudah. Aksesibilitas dan kondisi sosial jadi tantangan tersendiri. Sejak empat tahun lalu, PLTMH yang menelan biaya sebesar Rp 99 miliar tersebut akhirnya bisa beroperasi dengan dua pembangkit yang masing-masing berkapasitas berkapasitas 350 kilo Watt.
Letak geografis yang dikelilingi rangkaian pegunungan Jayawijaya menjadikan Ilaga sebagai wilayah dengan elevasi tertinggi dan terisolasi di Indonesia. Satu-satunya jalur masuk dan keluar Ilaga hanya bisa ditempuh melalui perjalanan udara selama 40 menit dari Timika.
“Dengan diselesaikan pembangunan PLTMH, kami harapkan bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk masyarakat. Bukan hanya hanya sebagai saranan penerangan, keperluan rumah tangga, tapi juga untuk sarana pendidikan dan kesehatan,” ungkap Menteri Arifin Tasrif yang hadir langsung meresmikan pembangkit tersebut.
Kisah Marsia adalah bukti nyata kehadiran Pemerintah memeratakan akses energi ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil seperti Ilaga.
Kendati tak mudah mengejar mimpi tersebut, komitmen pembangunan energi bisa tercapai melalui optimalisasi sumber energi lokal. Bahkan Pemerintah yakin bisa memenuhi target bauran energi dari pembangkit Energi Baru Terbarukan sebesar 23% di tahun 2025.
Catatan Kementerian ESDM lima tahun terakhir menunjukan perkembangan kapasitas terpasang PLTMH mengalami perkembangan positif.
Mulai dari 90 Mega Watt (MW) pada tahun 2015, 96 MW di tahun 2016, 104 MW (2017), 105 MW (2018) dan angka terakhir yang belum diaudit pada Desember 2019 sebesar 106 MW. Perkembangan ini sejalan dengan harga yang kompetitif sehingga memudahkan jangkauan daya beli masyarakat.
Pembangkit berbasis energi bersih sudah selayaknya tumbuh subur sebagi pengganti terbatasnya energi fosil dan mendukung komitmen dunia terhadap aksi perubahan iklim.
Tercatat sepanjang 2019, penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT tahun 2019 sebesar 376 MW dan mayoritas datang dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sebesar 182,3 MW. Total, kapasitas pembangkit terpasang EBT pada 2019 sebesar 10.157 MW dengan rincian hybrid sebesar 4 MW, bayu (154,3 MW), surya (97 MW), bioenergi (1.884,6 MW), panas bumi (2.130,6 MW) dan air (5.885,5 MW).
Mendorong geliat energi terbarukan di Indonesia, pada tahun 2020, Pemerintah juga menargetkan peningkatan pada pembangkit berbasis surya menjadi 231,9 MW, bioenergi (2.131,5 MW), panas bumi (2.270,7 MW) dan air (6.050,7 MW).
Diharapkan, pertumbuhan pembangkit energi bersih tersebut juga akan meningkatkan Rasio Elektrifikasi (RE) semakin mendekati angka 100% pada penghujung 2020 nanti. (esdm)