Industri batik Indonesia dinilai telah menguasai pasar dunia sehingga mampu menjadi penggerak bagi perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari capaian nilai ekspor batik dan produk batik pada tahun 2017 sebesar 58,46 juta dollar AS dengan negara tujuan utama meliputi Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
“Industri batik nasional memiliki daya saing komparatif dan kompetitif di pasar internasional. Indonesia juga menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, di Jakarta, pekan lalu.
Gati mengungkapkan, perdagangan produk pakaian jadi di dunia saat ini mencapai 442 miliar dollar AS. Ia menilai, ini bisa menjadi peluang besar bagi industri batik nasional agar meningkatkan pangsa pasarnya, mengingat batik sebagai salah satu bahan baku untuk produk pakaian jadi.
“Industri batik kita didominasi oleh sektor IKM yang tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, total penyerapan tenaga kerjanya mencapai 15 ribu orang,” papar Gati seraya menambahkan potensi ini terus dikembangkan seiring upaya pemerintah mendorong industri padat karya berorientasi ekspor.
Untuk itu, dalam rangka menggenjot produktivitas dan daya saing industri batik nasional, Kementerian Perindustrian telah menjalankan beberapa program strategis seperti peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan pengembangaan kualitas produk.
Selain itu, penerapan standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan produksi, serta promosi dan pameran baik di dalam maupun luar negeri.
“Salah satu, kegiatan yang kami lakukan berkat kerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI), yaitu menyelenggarakan Pameran Batik Warisan Budaya XII di Plasa Pameran Industri,” tutur Gati.
Pameran ini selain bertujuan untuk mempromosikan karya-karya unggulan dari para pengrajin batik dalam negeri, juga guna memperluas pasar mereka yang didominasi oleh pelaku IKM.
Pameran yang tahun ini mengangkat tema Cerah Ceria Pesona Batik Madura, diselenggarakan selama empat hari, mulai tanggal 15-18 Mei 2018, diikuti sebanyak 48 pengrajin batik binaan YBI.
Dari beberapa peserta, menampilkan batik dengan penggunaan zat warna alam sebagai upaya menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan bernilai tambah tinggi. “Pengembangan zat warna alam juga turut mengurangi importasi zat warna sintetik,” jelas Gati.
Di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, menurut Dirjen IKM Kementerian Perindustrian itu, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat.
“Sehingga batik warna alam ini hadir menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar,” sambung Gati.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya terus mendorong para pengrajin dan peneliti industri batik nasional agar terus berinovasi mendapatkan berbagai varian warna alam. Upaya ini untuk mengeksplorasi potensi batik Indonesia sehingga memperkaya ragam kain wastra Nusantara dengan warna alam.
“Di samping itu, kami memiliki program e-Smart IKM yang bertujuan mendorong pelaku usaha untuk masuk dalam pemasaran online,” ungkap Airlangga seraya menambahkan, hal ini sebagai salah satu langkah strategis untuk menuju implementasi revolusi industri 4.0. (sak)