Efisiensi Kapal Demi Lingkungan
KOMUNITAS PERISTIWA

Efisiensi Kapal Demi Lingkungan

Sebagai salah satu penyumbang utama pencemaran lingkungan, emisi gas telah menjadi sorotan utama dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan laut. Berangkat dari hal tersebut, Guru Besar ke-202 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr I Made Ariana ST MT mengkaji pengurangan dampak negatif emisi gas buang kapal di perairan laut guna menguatkan efisiensi energi kapal nasional menuju net zero emission.

Lelaki yang kerap disapa Made ini melakukan penelitian yang berfokus pada pengukuran efisiensi energi kapal dengan menggunakan konsep Indeks dan Indikator Operasional Efisiensi Energi (EEOI). “Hal ini penting untuk mengevaluasi efisiensi energi kapal sejak tahap perancangan, agar nantinya dapat berdampak pada keberlanjutan lingkungan dan finansial,” terang Made lebih lanjut.

Oleh karena itu, dosen dari Departemen Teknik Sistem Perkapalan ITS ini melakukan pengembangan inovasi sistem Traffic Separation Screen (TSS) berbasis data Automatic Identification System (AIS), guna memonitor efisiensi energi kapal yang didukung dengan menggunakan data statis dan dinamis kapal untuk menghitung indikator efisiensi energi seperti Carbon Intensity Indicator (CII). Dengan demikian, perusahaan pelayaran dapat memantau dan meningkatkan efisiensi energi kapal mereka secara lebih efektif.

Kepala Laboratorium Permesinan Kapal ITS ini menjelaskan bahwa sistem tersebut memiliki fitur utama dalam pemantauan dan pencatatan penggunaan energi secara real time setiap bulan. Fitur ini mempermudah operator kapal dalam berkontribusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca agar dapat mengambil langkah perbaikan yang sesuai. “Dengan mengurangi jumlah emisi secara signifikan, maka keputusan dalam pemberhentian operasi kapal dapat lebih komprehensif,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Made juga mengembangkan metode Engine Power Limitation (EPL) sebagai cara untuk membatasi konsumsi bahan bakar kapal dengan biaya yang lebih murah. “Meskipun mengurangi kecepatan operasional, metode ini memberikan manfaat berupa sertifikat efisiensi energi dari International Maritime Organization (IMO) dan memungkinkan kapal beroperasi di area dengan regulasi yang ketat,” terangnya lebih lanjut.

Profesor asal Bali ini juga melibatkan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan pelayaran, dan lembaga riset. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan inovasi ini dapat membantu Indonesia mencapai target program net zero emission dan meningkatkan daya saing kapal Indonesia secara global. “Ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi kemaritiman dapat digunakan untuk mengatasi tantangan lingkungan,” ujar Made.

Dalam pengembangannya, Made menyadari bahwa masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah keterbatasan jangkauan sistem yang memerlukan peningkatan jumlah receiver berbasis satelit (RBS) untuk memperluas cakupan area. Guna mengatasi hal ini, Made juga telah mencoba untuk menghibahkan sistem monitoring dan kajian kemaritiman rancangannya tersebut ke lebih dari 12 mitra strategis, seperti universitas dan lembaga pemerintah.

Melalui inovasi ini, Made berharap perusahaan pelayaran di Indonesia akan mengadopsi bahan bakar yang lebih efisien, menetapkan contoh bagi kapal lain untuk praktik ramah lingkungan. Dengan demikian, Indonesia bisa menuju pengurangan emisi sesuai standar IMO. “Diharapkan akan diteruskan adopsi dari solusi ini guna memajukan industri perkapalan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” pungkasnya optimistis. (ita)