Panas bumi merupakan potensi energi terbesar yang tersedia di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan potensi sebesar 1276 MWe, dan 776 MWe diantaranya ada di Pulau Flores.
Dari 12 wilayah prospek panas bumi di Pulau Flores, ada tiga wilayah yang mendapat izin pengelolaan WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi) dari Menteri ESDM, yaitu Ulumbu, Mataloko dan Sokoria dengan total kapasitas terpasang mencapai 12,5 MW.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Litbang ESDM, Sutijastoto pada “Workshop Investasi Panas Bumi di Provinsi Nusa Tenggara Timur”, di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta.
Workshop ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman antara Badan Litbang ESDM dengan Eastern Indonesia Geothermal Project Consortium, untuk mendalami permasalahan dan solusi pengembangan energi/listrik berbasis panas bumi untuk memudahkan para investor agar potensi yang ada dapat segera dimanfaatkan.
Sutijastoto menuturkan, energi panas bumi diharapkan mampu meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah timur Indonesia.
Pengembangan panas bumi di Flores dapat diintegrasikan dengan sektor hilir seperti industri pertambangan, smelter, perikanan, perkebunan dan pariwisata agar potensinya dapat dimaksimalkan.
Saat ini kebutuhan listrik di Pulau Flores mayoritas untuk konsumsi rumah tangga. “Diperlukan koordinasi lintas sektor yang lebih optimal guna meningkatkan investasi di Pulau Flores,” lanjutnya.
Direktur PT PLN Geothermal, Aris Edi Susangkiono menjelaskan peranan panas bumi untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di Pulau Flores – NTT saat ini.
“Kondisi kelistrikan pada tahun 2027, proyeksi permintaan di Flores adalah 383 MW, sementara kapasitas total pembangkit baru adalah 629 MW,” ungkap Aris.
Aris menambahkan jumlah ini tidak termasuk Wai Sano, Wai pesi, Lesugolo, Oka Ile Ange dan Gunung Sirung. Kebutuhan akan permintaan ciptaan untuk menyerap pembangkit listrik.
Selain potensi panas bumi, Pulau Flores juga memiliki potensi hipotetik mineral emas primer sebesar 3.800.000 ton, mangan 34.938.936 ton dan pasir besi.
Terdapat 11 perusahaan tambang yang masih beroperasi di Kabupaten Manggarai. Pengolahan smelter mangan sebesar 40 ribu ton/tahun membutuhkan energi sebesar 10 MW. (sak)