Penetapan Kabupaten Banyuwangi sebagai kawasan geological park (Geopark) nasional atau Taman Bumi dan status sebagai Cagar Biosfer Dunia bakal menjadi pendorong baru bagi pengembangan wisata di kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu.
”Dua status itu kami yakini bisa menjadi instrumen baru untuk mendorong semakin menggeliatkan pariwisata berbasis destinasi alam di Banyuwangi,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Senin (3/11).
Status Geopark Nasional disematkan kepada Banyuwangi pada pekan lalu oleh Komite Geopark Nasional. Terdapat tiga situs yang menjadi landasan penetapan geopark nasional, yaitu Blue Fire di Gunung Ijen, Pulau Merah, dan Taman Nasional (TN) Alas Purwo.
Sebelumnya, status sebagai Cagar Biosfer Dunia ditetapkan oleh UNESCO untuk TN Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen yang kemudian dinamai Cagar Alam Blambangan.
Fenomena api biru (blue flame) di Gunung Ijen merupakan yang terluas di dunia. Kawah di Ijen tersebut juga merupakan kawah terasam di dunia.
Pulau Merah dan kompleks gua di TN Alas Purwo merupakan daerah yang mengalami fenomena mineralisasi.
Pulau Merah merupakan sisa dari perjalanan magma di bawah gunung api purba. Singkapan batuan di Pulau Merah sangat ideal dijadikan laboratorium geologi dunia untuk mempelajari proses alterasi dan mineralisasi emas tembaga.
Adapun jejak geologi di dalam Gua Istana yang berada di TN Alas Purwo menggambarkan bahwa daerah tersebut merupakan laut dangkal yang mengalami proses geologi sampai menjadi daratan.
Penetapan UNESCO itu dilakukan pada sidang International Coordinating Council (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) UNESCO ke-28 di Kota Lima, Peru.
Anas mengatakan, Cagar Biosfer (Biosphere Reserves) merupakan situs yang ditunjuk berbagai negara melalui kerja sama program MAB (Man and The Biosphere)-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati.
Adapun Banyuwangi sebagai Geopark nasional didukung keanekaragaman hayati dan budaya. Misalnya, TN Alas Purwo sebagai rumah 700 flora, 50 jenis mamalia, 320 burung, 15 jenis amfibi, dan 48 jenis reptil.
Menurut Anas, saat ini terus berkembang tren wisata sehat. Orang mencari destinasi dengan udara sehat. Ini terutama pada segmen wisatawan mancanegara dan kelompok kelas menengah ke atas. Mereka tak segan mengeluarkan biaya lebih, asal bisa tenang berwisata dengan udara yang sehat.
”Berwisata kini bukan hanya soal urusan bersenang-senang. Bagi sebagian wisatawan, berwisata adalah aktivitas untuk memperbaiki kesehatan fisik dan mental. Status sebagai Geopark nasional dan Cagar Biosfer Dunia memberi legitimasi bagi Banyuwangi untuk menawarkan paket wisata yang menyajikan kesehatan udara sekaligus keindahan alam serta budaya,” papar Anas.
Anas berharap, penetapan Banyuwangi sebagai geopark nasional dan cagar biosfer dunia mampu ditangkap sebagai peluang oleh para pelaku wisata setempat.
”Operator tur maupun hotel bisa bikin paket kesehatan, seperti menggabungkan terapi tradisional, akitivitas di taman nasional atau Kawah Ijen, dan konsumsi makanan sehat. Bahkan, misalnya bisa bikin aktivitas yoga, pilates, reflexology, atau akupuntur di sekitar belantara hutan atau pantai,” pungkas Anas. (sak)