Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi akan mendorong agar pemerintah daerah untuk memiliki pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Terutama untuk wilayah–wilayah yang jarak antar kabupaten sulit dan jauh dijangkau seperti Papua.
Hal itu disampikan Menhub saat melakukan Kunjungan Kerja ke PTDI, Selasa (16/1). Menurutnya, Papua setiap Kabupaten menginginkan memiliki pesawat. Jika harga satu pesawat Rp 1 Miliar, APBD mereka kata Menhub di atas 1 triliun. “Satu Kabupaten itu bisa punya 2. Sementara ada 20 Kabupaten, maka bisa 40 bisa dibuat,” ujarnya.
Secara teknis, pesawat ini cocok. Karena kata Menhub, landasan di sana itu sangat pendek, dan udara juga terbatas sekitar 2–3 jam. Pesawat ini sangat handal. Sehingga, dirinya meminta agar tim reset dari PTDI untuk mendata. Seperti Bupati dari Kabupaten Puncak sudah datang ke PTDI.
Ditanya terkait dengan pengoprasian pesawat yang harus bersinergi dengan maskapai? Menhub mengatakan ada beberapa cara, pertama yaitu menginiste satuan penerbangan yang didikasikan salah satu konsorsium dan ini bisa dititipkan di perusahaan–perusahaan yang ada di wilayah tersebut.
“Pasti mereka mau, dan justru kami akan ketat itu. Tidak semua orang bisa jadi oprator. Kami Kemenhub bulan–bulan ini akan terus meningkatkan level of sevty sangat progresif,” tegasnya seraya menyebut daerah–daerah lain seperti Kaltara, Kalbar, Sumut dan Aceh juga bisa mengikuti.
Pesawat ini nantinya untuk komersil, bisa angkut, untuk kargo, ambulan maupun untuk angkut prajurit, dan tahun ini dikembangkan untuk amfibi.
Sementara Dirut PTDI, Alfien Goentoro yang didampingi Chief Engineering N219 Nurtanio, Palmana Banandhi mengatakan purwarupa pesawat kedua N219 Nurtanio, saat ini sudah masuk ke tahap basic system instalation.
Sehingga di bulan Februari, purwarupa pesawat kedua N219 Nurtanio akan siap diuji terbang. PTDI juga akan menyiapkan 2 (dua) purwarupa lainnya untuk dilakukan fatigue test yang membutuhkan 3000 cycle fatigue test untuk mendapatkan Type Certificate di akhir tahun 2018.
“Prototype Design (PD) ketiga dan keempat digunakan untuk melakukan uji struktur. PD 3 dan 4 ini tidak akan digunakan terbang, namun akan dimasukkan ke dalam laboratorium untuk menguji kekuatan struktur dan menguji kelelahan. Laboratoriumnya ada di PTDI di gedung MMC,” imbuh Palmana Banandhi.
Setelah mendapatkan Type Certificate, dimulailah tahapan serial production untuk mendapatkan Production Certificate, sehingga pada tahun 2019 nanti, pesawat pertama N219 sudah siap dan laik untuk memasuki pasar. Ada beberapa calon Launch Customers di awal Juli tahun 2019, salah satunya adalah PT Pelita Air Service.
Pesawat N219 nantinya akan diproduksi secara bertahap. Pada awalnya akan diproduksi 6 unit, kemudian dengan menjalankan sistem automasi pada proses manufacturing, secara bertahap kemampuan delivery akan terus meningkat sampai mencapai 50 unit per tahun.
Pesawat N219 Nurtanio merupakan pesawat hasil rancang bangun engineer muda Indonesia yang secara khusus dijadikan sebagai wahana bagi para engineer tersebut untuk membangun kompetensi dalam menguasai teknologi rancang bangun dan produksi pesawat terbang. Dalam pengembangan pesawat N219 Nurtanio ini tidak ada keterlibatan dari tenaga asing.
Pada dasarnya pesawat N219 Nurtanio dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara nasional di wilayah perintis yang dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, seperti angkutan penumpang, angkutan barang, maupun ambulan udara.
Selain itu, mengingat banyaknya wilayah perairan di Indonesia, kami juga berencana untuk memodifikasi pesawat N219 Nurtanio menjadi pesawat amfibi sehingga dapat mendarat di perairan.
Dengan adanya kunjungan kerja dari Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Budi Karya Sumadi, PTDI berharap agar pemerintah melalui kementerian perhubungan dapat mendukung penuh proses sertifikasi N219 Nurtanio, baik dari sisi sumber daya manusia ataupun dari anggaran sertifikasinya. (sumber)