Dalam rangka meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) melakukan berbagai kegiatan antisipasi pencegahan penyakit DBD.
Upaya tersebut, mempedomani Peraturan Menteri Kesehatan 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, untuk mengantisipasi datangnya DBD, pihaknya sudah menyiapkan berbagai upaya.
Mulai dari penerbitan surat edaran walikota tentang kewaspadaan DBD, Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, sampai peran juru pemantau jentik (jumantik) dengan programnya yaitu “Gerakan 1 rumah 1 jumantik”.
“Kami melakukan pendampingan dan monitoring Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik oleh 22.995 orang kader jumantik di bawah koordinasi puskesmas, camat dan lurah,” kata Feny sapaan akrab Febria Rachmanita, Kamis (16/01)).
Ia menjelaskan, tugas para jumantik ini menjadi mitra puskesmas dalam mencegah dan menurunkan angka penyakit DBD. Selain itu, kader ini juga bertugas untuk memantau kondisi lingkungan sekitar dari penyebaran penyakit melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan secara rutin setiap hari Jumat.
“PSN itu terdiri dari pemantauan tempat perkembangbiakan, cara pemberantasan, mengetahui siklus nyamuk, memahami Angka Bebas Jentik (ABJ) dan mengetahui penggunaan larvasida (bubuk pembunuh jentik),” jelasnya.
Tidak hanya itu, Diknes bersama kader lingkungan juga menerapkan sistem “3M PLUS”. Yakni menguras, menutup, dan mendaur ulang. Sedangkan PLUSnya, yang berarti memiliki 11 poin.
Pertama, mengganti air vas bunga, memperbaiki saluran dan talang yang tidak lancar. Ketiga, menutup lubang-lubang pada potongan pohon, menaburkan bubuk pembunuh jentik, memelihara ikan pemakan jentik di kolam.
“Lalu memasang kawat kasa di jendela, mengatur barang secara rapi dalam ruangan, memakai obat yang mencegah gigitan nyamuk, penanaman bunga pengusir nyamuk dan membersihkan lingkungan,” paparnya.
Namun begitu, Fenny berpesan kepada masyarakat, jika keluarga atau lingkungan sekitar mengalami gejala DBD, agar langsung membawanya ke puskesmas terdekat.
Gejala DBD itu biasanya terjadi demam tinggi, ruam atau bintik merah pada kulit, nyeri pada otot sendi. “Lalu pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, nyeri ulu hati,” ungkapnya.
Berbagai upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya ini, untuk memastikan agar masyarakat dapat terhindar dari gigitan nyamuk berjenis Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Alhasil, di tahun 2019 jumlah warga yang terserang DBD menurun. Dari 321 kasus di tahun 2018 menurun ke 277 kasus di tahun 2019.
“Harapannya meningkatnya kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD,” pungkasnya. (ita)