Dana Haji Diinvestasikan di SBSN
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Dana Haji Diinvestasikan di SBSN

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meyakinkan, bahwa pengelolaan dana haji dilakukan secara optimal, profesional, syariah, transparan, efisien, dan nirlaba.

“Apabila pada akhir tahun keuangan haji terdapat efisiensi dan nilai manfaat lebih akan dikembalikan ke kas haji milik Jemaah haji,” kata Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH, Tanti Widia dalam siaran persnya Kamis (18/10).

Pernyataan Tanti Widia disampaikan menanggapi pertanyaan sejumlah kalangan mengenai penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

Tanti menjelaskan, sejak tahun 2009, Kementerian Agama dan sekarang BPKH telah menginvestasikan dana haji melalui instrument SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) termasuk Suku Dana Haji Indonesia (SDHI) dengan outstanding per Juni 2018 sebesar Rp37,9 triliun.

“Menurut keterangan Kementerian Keuangan (30 November 2017) penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk general financing (pembayaran APBN secara umum), dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur secara spesifik (earmarked),” ungkap Tanti.

Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH itu menegaskan, bahwa pengelolaan dana haji oleh BPKH dilakukan secara transparan, dipublikasikan, diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diawasi oleh DPR.

Karena itu, Tanti menjamin, dana haji yang diinvestasikan di sukuk dana haji di Pemerintah tetap utuh, bahkan terus dikembangkan dan tidak ada yang berkurang.

“Pemerintah selalu mengembalikan pokok sukuk dana haji pada saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil tepat waktu dan tepat jumlah,” jelas Tanti.

Mengenai nilai manfaat bagi jemaah haji, Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH Tanti Widia menjelaskan, biaya haji bagi jemaah haji yang berangkat dibiayai dari setoran awal dan setoran lunas jemaah haji yang bersangkutan, dan nilai manfaat dan hasil penempatan dan investasi dana haji.

Penggunaan nilai manfaat untuk jemaah berangkat itu, menurut Tanti, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Adapun mulai tahun 2018 sesuai UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, lanjut Tanti, sebagian nilai manfaat juga dialokasikan kepada jemaah tunggu dalam bentuk virtual account.

“Pemerintah dan BPKH menjamin bahwa jemaah haji yang berangkat dipastikan mendapatkan pelayanan memadai, dan dipenuhi semua hak-hak keungan. Sedangkan jemaah tunggu mendapat bagian nilai manfaat (virtual account), dan tidak ada penerapan sistem Ponzi,” tegas Tanti.

Tanti kembali menegaskan, pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dilakukan secara hati-hati, aman, tidak berbahaya bagi jemaah haji berangkat maupun jemaah haji tunggu. (sak)