Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengadakan Pengabdian Masyarakat pada Juli lalu dengan tema ‘Pendampingan Sertifikasi Fair Trade bagi Petani Kopi Ijen’.
Pengmas dilakukan sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga, yaitu implementasi ilmu pengetahuan untuk memberikan manfaat, nilai tambah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Saat ini, permintaan komoditas kopi meningkat secara global dengan posisi Indonesia sebagai negara ekspotir kopi terbesar keempat di dunia.
Namun, tingginya permintaan komoditas kopi dunia tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani kopi. Hal itulah yang disampaian Ketua Departemen Hukum Internasional Iman Prihandono PhD.
Salah satu mekanisme yang dapat memberikan alternatif solusi bagi peningkatan kesejahteraan petani adalah melalui sertifikasi Fair Trade.
Berdasarkan data dari Fair Trade Internadional, setidaknya 25 juta pekebun kopi skala kecil (smallholders) memproduksi 70-80 % dari total produksi kopi dunia.
“Artinya, pekebun skala kecil semestinya memiliki posisi yang kuat dalam rantai produksi dan penjualan komoditas kopi dunia,” ujar Iman.
Ia mengatakan, Fair Trade hadir untuk memberikan manfaat bagi pekebun kopi skala kecil, setidaknya untuk tiga hal. Pertama, memastikan petani menerima harga yang dapat menutupi biaya rata-rata dan biaya produksi yang berkelanjutan.
Kedua, memfasilitasi kerjasama dalam perdagangan dan memberikan kesempatan kepada petani memiliki kontrol dalam proses perdagangan.
Ketiga, menetapkan standar untuk memastikan kondisi produksi dan penjualan yang bertanggung jawab secara sosial, adil secara ekonomi, dan memelihara lingkungan hidup.
Sayangnya, jumlah pekebun kopi skala kecil yang tersertifikasi Fair Trade di Indonesia masih sangat kecil. Saat ini 80 % kopi tersertifikasi Fair Trade berasal dari Amerika Latin, utamanya Colombia, Brazil, Peru, Nicaragua dan Costa Rica.
“Oleh karena itu, Departemen Hukum Internasional membantu mendampingi petani kopi Ijen untuk dapat memperoleh sertifikasi Fair Trade. Dengan sertifikasi ini, diharapkan petani kopi Ijen tidak hanya mendapatkan kepastian harga penjualan kopi, tetapi juga memiliki proses produksi yang bertanggungjawab secara sosial, adil, dan ramah lingkungan,” tambah dosen FH Unair ini.
Dalam kesempatan ini, I Wayan Titib Sulaksana SH MH, dosen Senior di Depertemen HI menekankan bahwa untuk dapat mendapatkan sertifikasi Fair Trade, pekebun kopi skala kecil harus tergabung dalam organisasi yang kuat dan kompak.
Salah satu pekebun kopi mengatakan bahwa pihaknya sudah siap mengajukan sertifikasi Fair Trade, namun terkendala belum adanya organisasi yang solid dan prosesnya yang sangat panjang. Oleh karena itu, diharapkan pendampingan ini dapat terus dilanjutkan sampai sertifikasi diperoleh. (sak)