Cegah Dini Ancaman Diabetes
KESEHATAN PERISTIWA

Cegah Dini Ancaman Diabetes

Penderita diabetes di Indonesia diprediksi terus meningkat hingga 2045. Dampaknya, biaya kesehatan melonjak. Pemerintah berencana menerapkan cukai minuman berpemanis.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka pengidap diabetes di Indonesia saat ini telah mencapai 19,5 juta jiwa. Jumlah tersebut diprediksi akan melonjak mencapai 28,5 juta penduduk pada 2045.

Penyebab utamanya, menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, tak lain tak bukan adalah kegemaran warga terhadap semua hidangan yang serba manis.

“Salah satu penyebabnya adalah konsumsi minuman manis di kemasan, yang telah terbukti meningkat berbagai risiko penyakit seperti diabetes, hipertensi dan penyakit lainnya,” kata Wamenkes, dalam acara bertajuk Diseminasi Riset Dampak Cukai MBDK terhadap Beban Diabetes Tipe 2 di Indonesia yang tayang di Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) channel pada Kamis (07/03).

Sebagaimana disimak awak redaksi www.indonesia.go.id, Kementerian Kesehatan saat ini tengah menyoroti soal MBDK atau Minuman Berpemanis Dalam Kemasan. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi MBDK secara berlebihan, merupakan salah satu perilaku tidak sehat yang menjadi salah satu penyebab utama diabetes. Walhasil, Indonesia tercatat menempati urutan kelima besar dengan kasus diabetes tertinggi di dunia setelah Tiongkok, India, Pakistan dan Amerika pada 2021.

Dari waktu ke waktu, dalam catatan Wamenkes Dante, tingkat konsumsi MBDK masyarakat Indonesia terus meningkat. Merujuk data Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan rumah tangga Indonesia mengeluarkan setidaknya Rp90 triliun untuk MBDK pada 2022. Angkanya meningkat hingga 19% dari estimasi belanja nasional MBDK pada 2017. Hal ini menyebabkan jumlah penderita diabetes meningkat tiap tahun.

Data lain menunjukkan perkembangan yang hampir serupa. International Diabetes Federation (IDF) dalam Atlas edisi ke-10 mengkonfirmasi bahwa diabetes telah masuk dalam golongan “gawat darurat” kesehatan global dengan pertumbuhan paling cepat di abad ke-21 ini.

Lebih lanjut, IDF memaparkan lebih dari setengah miliar manusia dari seluruh dunia hidup dengan diabetes, atau tepatnya 537 juta orang, pada 2021. Jumlah ini diproyeksikan akan mencapai 643 juta pada 2030, dan 783 juta pada 2045 seperti yang dikutip yankes.kemkes.go.id.

Tak hanya itu, lebih rinci lagi laporan tersebut mengungkapkan jumlah orang dengan kadar glukosa darah yang mulai meningkat atau pada fase pra diabetes, yaitu toleransi glukosa terganggu berjumlah sekitar 541 juta (2021). Dampaknya, angka kematian akibat diabetes melonjak, yaitu diperkirakan lebih dari 6,7 juta pada kelompok orang dewasa berusia antara 20–79 tahun.

Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Atlas IDF edisi ke-10 menyebutkan perkiraan populasi diabetes dewasa di Indonesia yang berusia antara 20-79 tahun mencapai sebanyak 19.465.100 orang dengan prediksi prevalensi diabetes mencapai 10,6%. Dengan kata lain, berarti 1 dari 9 orang pada kelompok usia 20–79 tahun menderita diabetes.

Menurut Dr dr Made Ratna Saraswati, SpPD-KEMD, beban biaya kesehatan penyandang diabetes (usia 20–79 tahun) di Indonesia mencapai USD323,8 per tahun. “Bila dibandingkan dengan negara lain, biaya yang didedikasikan untuk perawatan diabetes di Indonesia ini jauh lebih kecil,” tulisnya dalam Diabetes Melitus adalah Masalah Kita (2022), seperti dikutip yankes.kemkes.go.id.

Contohnya, negara yang dekat dengan Indonesia adalah Australia, dengan biaya yang digunakan untuk pelayanan diabetes mencapai USD5.944 per orang, sedangkan Brunei Darusalam menghabiskan dana sebesar USD901,3 per orang.

Walaupun lebih kecil, hal ini tidak dapat dianggap remeh karena angka kematian akibat diabetes di Indonesia cukup signifikan. Angka kematian terkait diabetes pada usia 20–79 tahun di Indonesia diperkirakan sebesar 236,711. Padahal jumlah tersebut tidak termasuk proporsi pasien diabetes pada kelompok usia 20–79 tahun yang tidak terdiagnosis adalah 73,7%.

Pencegahan Diabetes

Berbagai fakta dan riset tersebut menyebabkan Kementerian Kesehatan harus turun tangan mengatasi masalah tersebut. Untuk itu, Wakil Menteri Dante menilai penerapan cukai MBDK menjadi salah satu strategi yang efektif untuk menekan kasus penyakit tidak menular salah satunya yakni diabetes dan beban biaya kesehatan.

“Meningkatnya kontribusi dan peningkatan beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular dan mempertimbangkan biaya kesehatan akibat penyakit MBDK tersebut menjadi langkah penting yang perlu dilakukan. Oleh sebab itu, rekomendasi kebijakan cukai MBDK menjadi salah satu strategi yang efektif,” katanya.

Harapannya, penerapan cukai MBDK yang direncanakan akan diterapkan pada 2024 ini dapat segera dapat ditindak lanjuti dengan komitmen dari berbagai sektor dan mitra. “Menurunkan konsumsi MBDK diharapkan membawa perubahan yang positif dalam terhadap kesehatan masyarakat dalam jangka panjang,” katanya.

Dante juga menilai masyarakat harus menerapkan pola hidup dan pola makan yang lebih sehat. Pasalnya, pola makan tidak sehat, kurang gerak, atau kurangnya aktivitas fisik, belakangan menjadi gaya hidup sebagian orang Indonesia. Hal itu sedikit banyak menyebabkan proyeksi pengidap diabetes terus merangkak naik.

Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) mengungkapkan diabetes atau penyakit gula termasuk darah tinggi yang tidak dikendalikan secara tepat bisa menimbulkan komplikasi kesehatan. Mulai dari penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal, penurunan fungsi hati, stroke, glukoma, sampai amputasi anggota tubuh.

Beragam dampak kesehatan tersebut bisa ditekan jika penderita menerapkan mengatur pola makan, aktif bergerak dan rajin olahraga, konsumsi obat diabetes sesuai anjuran dokter, dan rutin cek gula darah.

“Kontrol gula darah dengan mengonsumsi karbohidrat kompleks, makanan tinggi serat, dan bergizi seimbang. Selain itu, minum obat secara teratur, rutin beraktivitas fisik, dan istirahat yang cukup,” kata Dr dr Sony Wibisono M SpPD K-EMD, Ketua Umum Persadia, kepada kompas.com, Minggu (20/08/2023) lalu. (indonesia.go.id)