Calon Perawat Thailand Terpikat Tempe
KESEHATAN PERISTIWA

Calon Perawat Thailand Terpikat Tempe

Lima orang delegasi yang terdiri atas empat mahasiswa yakni Arnusara Sooksawat, Benyapa Yathongchai, Rungdara Pratumchai, Thinatcha Chawalnon dan Narinporn Waropastrakul selaku dosen pendamping dari Saint Louis College (SLC), Bangkok, Thailand berkesempatan untuk berkunjung ke Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) selama 20 hari.

Kedatangan mereka bertujuan untuk menunaikan kerjasama antara Fakultas Keperawatan UKWMS dengan SLC dalam hal Students and Faculty Exchange Program (program pertukaran pelajar dan karyawan).

Tidak hanya belajar secara akademik dan praktik terkait ilmu keperawatan, dilaksanakan pula perkenalan budaya antar kedua negara.

Kegiatan ini telah dilaksanakan secara rutin dalam beberapa tahun terakhir. Dalam rangkaian kunjungannya di UKWMS, delegasi SLC berkunjung ke Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UKWMS.

Mereka lantas diperkenalkan pada proses pembuatan lauk khas dari Indonesia, tepatnya Jawa Tengah yaitu tempe, hasil dari fermentasi kacang kedelai menggunakan bakteri Rhizopus. Ir Joek Hendrasari MKes dan Dr Ignatius Srianta STP MP, dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UKWMS hadir sebagai fasilitator untuk memaparkan tempe mulai dari asal muasal, kandungan, manfaat, serta proses pembuatannya hingga dapat dikonsumsi.

Setelah mendengarkan pemaparan materi yang telah disampaikan fasilitator, kelima delegasi dari SLC berkesempatan mempraktikan secara langsung bagaimana proses pembuatan tempe dengan bahan baku kacang kedelai.

Kacang kedelai yang akan dijadikan bahan baku tidak dapat secara langsung masuk dalam proses pengolahan, dibutuhkan beberapa proses seperti sortasi, pencucian, pengukusan, perendaman, penirisan, penguapan, pendinginan, pengemasan, hingga proses fermentasi pada suhu tertentu selama dua hari sebelum menjadi tempe.

Terlihat dalam praktik yang dilakukan oleh para delegasi; setelah kacang kedelai siap untuk diolah maka kacang kedelai dicampur dengan bakteri Rhizopus dalam takaran yang telah disesuaikan.

Kemudian pada langkah kedua, kacang kedelai dikemas dalam plastik steril dan diberi lubang menggunakan jarum di beberapa titik pada kemasan.

Pelubangan itu untuk menciptakan ruang bagi udara yang dibutuhkan oleh bakteri dalam proses perkembangannya, dan tahap terakhir ialah meletakan kacang kedelai dalam kemasan di ruang tertutup selama dua hari hingga menjadi tempe siap olah.

“Tempe merupakan super food dari Indonesia, hal ini dikarenakan di dalam tempe terkandung banyak Protein, Vitamin, dan Bio Active Component yang bermanfaat bagi kesehatan serta dapat mencegah timbulnya berbagai macam penyakit. Selain itu, tempe memiliki cita rasa khas bagi para penikmatnya,” ungkap Srianta.

Selain mendengarkan pemaparan materi dan praktik pembuatan tempe, para delegasi juga dapat merasakan beberapa jenis tempe dan olahannya.

Mulai dari mencicipi tempe siap konsumsi yang dibungkus menggunakan daun pisang dalam proses fermentasinya, tempe goreng, hingga kripik tempe dalam kemasan yang hadir dengan berbagai rasa.

Rungdara yang baru pertama kali mencicipi tempe daun terlihat sangat tertarik, ia bahkan melahapnya dengan nikmat.

Melalui program ini UKWMS berharap tidak hanya dapat berbagi ilmu, pengalaman, dan budaya dengan rekanan dari Thailand khususnya SLC, namun juga dapat terus mempererat hubungan kedua belah pihak hingga di kemudian hari. (ist)