Ada beberapa kendala dalam pengelolaan BUMD yang menjadi penyebab kurangnya BUMD memberikan keuntungan usaha untuk menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama ini.
Sehingga kesan BUMD kurang maksimal dalam memberikan PAD untuk kekuatan APBD daerah selalu muncul.
Hal ini dikatakan Direktur Utama (Dirut) BUMD PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim, Erlangga Satriagung yang menjadi salah satu pembicara dalam Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema Optimalisasi Peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Dalam Mendukung Pendapatan Asli Daerah Jawa Timur yang digelar Pokja Wartawan Indrapura DPRD Jatim, di Makan Time Cafe Jalan Pregolan, Selasa (27/12).
Menurut Erlangga kendala pertama Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2017 tentang BUMD Pasal 94 ayat 4 yang menyatakan dalam hal kerjasama berupa pendayagunaan aset tetap yang dimiliki BUMD.
“Sehingga aset tidak boleh disewakan penuh. Kalau disewakan maka sistemnya kerjasama operasi. Pihak ketiga yang menyewa tidak penuh mengelola aset, BUMD harus ikut terlibat dalam operasinya,” ujarnya.
Kedua adanya beda kebijakan dalam PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD dengan Perda No 8 milik Pemprov Tahun 2019 tentang BUMD.
Dimana Pasal 95 ayat 2 PP No 54 yang menyatakan bahwa dalam hal pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempersyaratkan jaminan, aset BUMD yang berasal dari hasil usaha BUMD tdapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
“Namun Perda No. 8 Tahun 2019 tentang BUMD Pasal 9 ayat 1 yang menyatakan bahwa penyertaan modal Pemerintah Provinsi untuk pendirian BUMD yang berupa barang milik daerah yang berbentuk tanah dan/atau bangunan tidak boleh dipindahtangankan ke pihak lain. Ini khan ibaratnya kepalanya bebas tapi kaki masih dirantai,” jelasnya.
Untuk itu Erlangga mengusulkan langkah strategis kepada Gubernur Jawa Timur untuk mendorong Kemendagri melakukan Review terkait PP 54 Tahun 2017 Pasal 94 ayat 4 dan Pasal 95 ayat 2.
“Serta melakukan review terkait Perda No. 8 Tahun 2019 tentang BUMD khususnya Pasal 9 ayat 1 yang semula menyatakan bahwa aset tidak boleh dipindahtangankan berubah menjadi aset dapat dipindahtangankan dengan persyaratan tertentu,” ungkapnya.
Terkiat permodalan, Erlangga juga mengusulkan saham Pemprov Jatim di BUMD untuk dilepas sebagian (Pemprov Jatim tetap dipertahankan sebagai Saham Pengendali / Saham Mayoritas, minimal 55 persen) kepada pihak yang berminat.
“Sehingga dengan posisi Pemprov Jatim tetap sebagai pemegang saham pengendali atau saham mayoritas maka saham Pemprov Jatim di BUMD tidak berisiko mengalami delusi saham,” terangnya.
Solusi permodalan yang kedua menurutnya adalah saham di anak BUMD untuk dilepas juga sebagian (Perusahaan Induk tetap dipertahankan sebagai pemegang saham pengendali / saham mayoritas, minimal 55 persen, syarat sebagai anak perusahaan adalah memiliki saham 70 persen) kepada pihak yang berminat.
“Sehingga BUMD dengan posisi tetap sebagai pemegang saham pengendali atau saham mayoritas maka saham di anak perusahaan tidak berisiko mengalami delusi saham, meskipun saham BUMD di anak perusahaan kurang dari 70 persen akan mengalihkan status dari anak perusahaan menjadi saham penyertaan,” urainya.
Pembicara lain dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Gigih Prihantono mengatakan berdasarkan Perda Jatim No 14 tahun 2012 menyebutkan konstitusi menginginkan peran BUMD sebagai agen pembangunan dan pencipta nilai bagi perekonomian daerah.
Selain itu ada juga tiga hal yang kerap menjadi isu BUMD yakni inefisiensi usaha, inefisiensi birokrasi dan underutilized asset.
“Rasio laba BUMD per PAD terus mengalami penurunan. Jadi jika pada 2011 laba BUMD mencapai 0,04 persen dan tahun 2021 turun menjadi 0,02 persen,” katanya.
Gigih mengatakan setoran rata-rata PAD Jatim dari BUMD mencapai 3,38 persen. Kemudian pertumbuhan ekonomi mencapai 5,51 persen.
“Dari setoran tersebut omsetnya mencapai 11,69 persen dan laba 12,42 persen. Dan multiplier effect BUMD Jatim mengalami peningkatan. Rasio belanja modal dan rasio penyertaan modal kita masih sangat rendah. Kalau ini rendah bagaimana kita bisa meningkatkan ekonomi,” jelasnya.
Sedangkan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim Lutfil Hakim mengatakan potensi yang dimiliki BUMD cukup besar namun goodwil pemerintah dalam belanja modal untuk mensupport BUMD terlalu kecil. Sehingga potensi tersebut tidak tergarap maksimal.
“Contohnya Jatim memiliki PT Petrogas Jatim Utama dengan core bisnis bidang migas. Harusnya PT PJU lebih memiliki inovasi membuka obligasi maupun kerjasama operasi untuk proyek pipanisasi atau membuka SPBU dengan kolaborasi BUMD Jatim yang lain,” katanya.
Ketua Pokja Wartawan Indrapura DPRD Jatim Riko Abdiono mengatakan kegiatan yang digelar ini merupakan keprihatinan terkait kurang maksimalnya BUMD dalam menopang PAD Jatim selama ini.
“Komunikasi Pokja selama ini dengan Komisi C, Komisi C mengatakan susah meningkatkan PAD BUMD khususnya BUMD non keuangan, karena kendala yang dialami BUMD ini terlalu banyak. Mulai dari teknis hingga regulasinya. Semoga dengan digelarnya diskusi ini bisa memunculkan ide-ide untuk meningkatkan PAD,” ujarnya.
Kata Riko hasil dari diskusi tersebut nantinya akan menjadi rekomendasi kepada Gubernur Jatim dan DPRD Jatim khususnya Komisi C untuk membangun Jatim. (ita)