Musim kemarau sedang bergerak menuju puncaknya. Angin basah yang menyusuri khatulistiwa dari arah Samudra Hindia ke arah timur menuju sisi barat Lautan Pasifik, sempat mendatangkan hujan di sejumlah tempat. Namun dari 342 zona musim di Indonesia, 85 persen telah memasuki musim kemarau. Puncak kemarau diperkirakan antara Agustus hingga Oktober 2021.
Bahaya laten pun mengintai, yakni kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan langkah-langkah antisipasi. Analisa hotspot (titik panas) menunjukkan adanya potensi karhutla, terutama di Sumatra bagian tengah (sebagian Riau, Jambi, Sumatra Selatan, NTB dan NTT.
Kewaspadaan perlu dicanangkan. Gelombang udara panas pada summer 2021 ini telah menyulut karhulta di negara-negara Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat (AS). Sampai akhir Agustus lalu saja, di AS karhulta melanda areal seluas 3,5 juta ha.
Di Kanada 580 ribu ha, Rusia 1,5 juta ha, terbakar, Turki 95 ha. Indonesia sendiri mengalami karhulta 105 ribu ha sampai Juli 2021. Musibah karhutla 2015, yang memanggang areal seluas 2,6 juta ha, tidak boleh terulang.
“Indonesia sudah belajar banyak dari penanggulangan karhutla sebelumnya. Dengan mengacu ke kasus 2015, kita terus memperbaiki tata kelola dan penanggulangan karhutla. Upaya pencegahan dilakukan dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, POLRI, masyarakat, dan sektor swasta. Pengalaman Indonesia ini bisa dijadikan pembelajaran bagi negara-negara lain yang mengalami masalah karhutla,” ujar Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi, dalam media briefing secara virtual dari Jakarta, beberapa waktu lalu.
Mengacu pada pengalaman sebelumnya, kebijakan pencegahan dan penanggulangan karhutla di Indonesia diarahkan pada solusi permanen, sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo. Sementara itu, pelaksanaannya dilakukan dalam tiga klaster utama.
Klaster pertama berupa pengendalian operasional dalam sistem satgas patroli terpadu pada tingkat wilayah dan diperkuat oleh Masyarakat Peduli Api–Paralegal (MPA-P). Klaster kedua, berupa upaya penanggulangan berdasar analisis iklim dan rekayasa hari hujan melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Klaster ketiga ialah pembinaan dan penegakan hukum guna mendorong ketaatan para pelaku usaha dan pemegang konsesi kehutanan, termasuk praktik pertanian oleh masyarakat.
Sampai dengan 27 Agustus 2021, patroli terpadu yang melibatkan Manggala Agni bersama personel TNI-Polri dan anggota MPA, telah digelar di seluruh Indonesia. Ada 219 posko yang bisa menjangkau 621 desa yang punya potensi karhutla.
Wilayah patroli itu meliputi 17 lokasi di Sumatra Utara, 55 lokasi di Riau, 2 lokasi di Kepulauan Riau, 25 lokasi di Jambi, 34 lokasi di Sumatra Selatan, 29 lokasi di Kalimantan Barat, 26 lokasi di Kalimantan Tengah, 18 lokasi di Kalimantan Selatan, serta 13 lokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Patroli mandiri oleh Manggala Agni sampai dengan 31 Juli 2021 telah dilaksanakan pada 704 posko desa di provinsi paling rawan, yaitu Sumatra (298 desa), Kalimantan (320 desa), Sulawesi (40 desa), Maluku Papua masing-masing 36 desa, Jawa-Bali-Nusa Tenggara ada 10 desa.
Pelibatkan partisipasi masyarakat MPA dan MPA-P bertujuan agar terbangun sistem pengendalian karhutla di tingkat tapak dengan melibatkan para pihak (masyarakat, pemerintah daerah, TNI-Polri, tokoh masyarakat, masyarakat paralegal). Tujuannya menurunkan intensitas kebakaran hutan dan lahan, sekaligus sebagai langkah pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Hasil evaluasi pelaksanaan MPA-P tahun 2020 di 12 desa lokasi MPA-Paralegal, menurut pantauan karhutla di www.sipongi.menlhk.go.id Agustus–Nopember 2020, tak terdeteksi adanya hotspot,” jelas Laksmi Dhewanthi.
Oleh karenanya itu, pada 2021 kegiatan MPA-paralegal dilanjutkan dengan penambahan 28 desa, menjadi 40 desa di 7 provinsi.
Adapun analisis iklim serta rekayasa teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk pencegahan karhutla dengan membasahi kawasan gambut yang rawan karhutla, mencegah bencana asap, mengisi kanal-kanal gambut, kolam retensi, dan embung, secara paralel dikerjakan KLHK dan pihak-pihak terkait.
Pada tahun 2021, operasi TMC telah dilakukan di Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Sumatra Selatan, dan Jambi, Maret–Juli 2021, secara umum bisa menambah curah hujan 2–69 % persen dibanding hujan rata-rata bulanannya.
Upaya pengendalian karhula diperkuat dengan penataan ekosistem gambut. Kegiatan ini dilakukan KLHK bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Salah satu programnya ialah meningkatkan sistem pengumpulan data real time pemantauan tinggi muka air tanah (TMAT) di 10.331 titik di seluruh Indonesia.
Pengamatan seluruh Indonesia dengan sistem SiMATAG-0,4m (mobile application based). Aplikasi tersebut juga bisa menyajikan data dari Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPAGALA) BRGM, dan data curah hujan di lokasi-lokasi rawan karhutla.
Analisa terhadap data itu akan memberikan alarm kesiapsiagaan bagi pelaksana patroli lapangan. “Karhutla menjadi perhatian serius dari Pemerintah Indonesia maupun masyarakat dunia, karena mengancam kelestarian lingkungan dan masyarakat,” ujar Laksmi Dhewanti.
Dampak asapnya akan merugikan kesehatan, ekonomi masyarakat, dan menggganggu hubungan internasional Indonesia. Yang pasti secara nyata meningkatkan emisi karbon penyebab perubahan iklim.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan, jajarannya terus melakukan pemantauan tiap hari utamanya dari hotspot yang terdeteksi satelit. Jajarannya akan merespons dengan memberikan peringatan potensi karhutla itu berikut lokasi-lokasinya.
“Ada 134 surat peringatan yang sudah kami sampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang lokasi-lokasinya terjadi karhutla pada tahun ini,” ujar Ridho Sani.
Untuk upaya penegakan hukum terhadap kasus karhutla telah dibuat kesepakatan antara KLHK, Polri dan Kejaksaan Agung di bawah payung hukum UU Cipta Kerja.
Upaya terpadu itu bisa meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan sekaligus memberikan efek jera. Ridho Sani menyampaikan pula, penegakan hukum secara administratif, perdata, maupun pidana akan terus ditingkatkan.
“Sudah ada 20 perusahaan kami gugat secara perdata terkait karhutla, hampir semua gugatan yang kami dikabulkan oleh pengadilan. Ada 833 korporasi diberi sanksi administrasi, dan belasan lainnya dipidana karena karhutla,” kata Ridho.
Penegakan hukum tegas diharapkan akan mengubah perilaku dari pembakar hutan dan lahan. “Kami sedang siapkan penegakan hukum karhutla multidoor, yaitu tidak hanya menerapkan pasal berlapis akan tetapi juga akan menerapkan undang-undang berlapis bersama kepolisian dan kejaksaan, agar hukumannya semakin berat,” tegas Ridho.
Ia berharap langkah penegakan hukum mendorong para stakeholder patuh hukum dan ikut aktif menjaga kawasan hutannya tak terjilat karhutla. (indonesia.go.id)