Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda, Provinsi Lampung, hampir setiap hari meletus. Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau PVMBG melaporkan Gunung Anak Krakatau erupsi sebanyak 576 sepanjang akhir pekan lalu. Tinggi letusan bervariasi 100 meter hingga 500 meter dari puncak kawah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Puwo Nugroho mengatakan, selama 24 jam dari pukul 00.00 – 24.00 WIB pada Sabtu itu, Gunung Anak Krakatau meletus 576 kali kejadian dengan amplitudo 23-44 mm, dan durasi letusan 19-255 detik.
“Letusan disertai lontaran abu vulkanik, pasir, lontaran batu pijar, dan suara dentuman. Secara visual pada malam hari teramati sinar api dan guguran lava pijar. Hembusan berlangsung 80 kali kejadian, amplitudo 5-30 mm dengan durasi 10-80 detik,” terang Sutopo melalui siaran persnya.
Pada Sabtu (18/8) pukul 18:09 WIB, Sutopo mengungkapkan, terpantau di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau PVMBG, terjadi letusan dengan tinggi kolom abu teramati ± 500 m di atas puncak (± 805 m di atas permukaan laut).
Kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah utara. “Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 42 mm dan durasi ± 2 menit 33 detik,” ujarnya.
Menurut Sutopo, ini adalah letusan yang terbanyak kedua sejak adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau Letusan terbanyak adalah sebanyak 745 kali letusan pada 30 Juni lalu, kemudian letusan terbanyak kedua sebanyak 576 kali pada Sabtu (18/8) itu.
Meskipun terjadi letusan sebanyak 576 kali, menurut Sutopo, namun tidak ada letusan yang besar yang menimbulkan dampak merusak. “Letusan yang terjadi hanya kecil namun beruntun. Letusan tidak berpengaruh pada jalur penerbangan dan jalur pelayaran di Selat Sunda,”ungkapnya.
Karena itu, lanjut Sutopo, tidak ada peningkatan status gunungapi. Status Gunung Anak Krakatau tetap Waspada (level II) dengan radius zona berbahaya di dalam radius 2 km. Bahkan status Waspada (level II) ini ditetapkan sejak 26 Januari 2012 lalu hingga sekarang.
“Status Waspada artinya aktivitas vulkanik di atas normal sehingga terjadinya erupsi dapat terjadi kapan saja. Tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 2 km,” terang Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB itu.
Sutopo menjelaskan, erupsi Gunung Anak Krakatau adalah hal yang biasa dan normal. Ibarat manusia, gunung ini masih dalam pertumbuhan, yang akan menambah tubuhnya untuk lebih tinggi, besar, dan lebih gagah dengan cara meletus.
“Gunung ini masih aktif meltus untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi. Tetapi energi letusannya tidak besar,” kata Sutopo.
Sebagaimana diketahui, Gunung Anak Krakatau baru muncul dari permukaan laut tahun 1927. Rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun. Energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar.
Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan ibunya yaitu Gunung Krakatau pada 1883. Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB itu mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Ia mnyebutkan, BPBD Provinsi Banten, BPBD Provinsi Lampung, PVMBG dan BKSDA telah melakukan langkah antisipasi.
“Yang penting masyarakat mematuhi rekomendasi tidak melakukan aktivitas di dalam radius 2 km dari puncak kawah. Di luar itu aman,” tutur Sutopo. (sak)