Robert James Bintaryo merupakan alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga yang menjadi Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi (KDEI) Taipei. Ia merupakan lulusan Manajemen tahun 1986.
Robert merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Lulus dari SMAN 5 Surabaya pada tahun 1979, pria kelahiran Malang ini sempat gagal masuk UNAIR. Robert kemudian berkuliah di salah satu universitas swasta di Surabaya.
Tahun berikutnya, Robert mencoba lagi mengikuti seleksi masuk UNAIR dan diterima di Jurusan Manajemen yang menjadi pilihan pertamanya. “Sampai saat ini saya masih hafal nomor identitas mahasiswa saya,” ungkap lelaki kelahiran 2 September 1959 bangga.
Saat Robert mulai berkuliah, orangtuanya pensiun. Ia dan saudara-saudaranya yang menempuh pendidikan tinggi pada waktu yang sama, harus memahami kondisi keuangan keluarga. Robert yang suka menikmati musik, bersama teman-temannya sering mengadakan acara bermusik untuk mendapatkan uang tambahan.
“Sering bikin acara siaran di TVRI. Saya sendiri nggak bisa main musik, tapi teman-teman saya yang main. Jadi, kita punya semacam event organizer musik. Saat itu bisa masuk TVRI itu sudah senang sekali rasanya,” kenangnya seperti dirilis PIH Unair.
Skripsinya tentang produk pakan ternak sebuah perusahaan pakan ternak di Jawa Timur mengantarkannya lulus menjadi sarjana ekonomi pada tahun 1986. Setelah lulus, Robert sempat bekerja di perusahaan asuransi di Jakarta. Dua tahun kemudian ia mengikuti seleksi dan lolos menjadi PNS di Kementerian Perindustrian dan Pedagangan (Kemenrindag) pada saat itu.
Saat menjadi PNS di Kemenrindag, Robert mendapatkan beasiswa untuk studi di Inggris selama dua tahun. Robert mengambil Diploma Business Administration di Cardiff Business School, Cardiff, pada tahun pertama dan melanjutkan Master of Business Administration di Hull University, Hull, pada tahun kedua.
“Alhamdulillah tesis saya dipilih oleh professor untuk disidangkan beliau. Jadi, saya tidak perlu maju sidang,” paparnya.
Sebelum memimpin KDEI, Robert telah memiliki banyak pengalaman memimpin. Ia pernah menjadi Atase Perdagangan Belgia/Uni Eropa (2005 – 2009), Kepala Bagian Bantuan Luar Negeri Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan (2009), Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Dalam Negeri (2014 – 2016), serta Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (2016).
Berbekal pengalamannya memimpin organisasi, menjadi atase, dan berbaur dengan masyarakat, Robert memimpin KDEI Taipei yang terdiri dari beragam divisi seperti imigrasi, perdagangan, perindustrian, investasi, ketenagakerjaan, serta pelayanan dan perlindungan WNI.
Pelayanan dan perlindungan WNI menjadi tantangan tersendiri bagi Robert. Pasalnya, jumlah Tenaga Kerja Indonesia di Taiwan sendiri pada tahun 2016 telah mencapai 253 ribu atau 1 persen dari total populasi Taiwan, dan ada 5000 pelajar Indonesia di Taiwan.
Sering kali ia terjun langsung ke lapangan untuk memantau para TKI yang bermasalah, mengunjungi TKI yang sakit, mengadakan buka bersama para TKI, hingga bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk mengadakan acara hiburan bagi para TKI.
Menurut penghobi renang ini, kunci keberhasilannya adalah mampu menjaga kepercayaan, jejaring, dan mau terjun ke masyarakat. “Saya punya banyak teman. Tanpa bantuan teman-teman rasanya saya tidak bisa seperti ini. Selain itu juga menjaga kepercayaan yang sudah diberikan,” paparnya.
Sebagai alumnus Unair, Robert berpesan untuk para mahasiswa dan alumni, agar kita ingat bahwa negara membutuhkan kontribusi kita. “Perhatikan masyarakat bawah, agar kontribusi kita untuk negara bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” papar Robert.
Robert berharap, dengan kualitas pendidikan yang dimiliki Unair, serta dukungan para alumni, Unair bisa mengejar rangking dunia. “Kita sudah punya tokoh-tokoh yang diperhitungkan. Tinggal kita tingkatkan lagi, dan terus menjaga kualitas,” ungkap Robert.
Kakak dan adik Robert juga alumnus Unair. Kakaknya seorang dokter gigi, dan adiknya dokter wanita spesialis bedah tulang pertama di Indonesia, dr Yvonne Sarah Bintaryo. (ist)