Indeks Keterbukaan Informasi di Jatim 2024 Melesat
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Indeks Keterbukaan Informasi di Jatim 2024 Melesat

Komisi Informasi (KI) Pusat Republik Indonesia kembali mengumumkan hasil pengukuran Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2024 seluruh Provinsi di Indonesia serta nasional, Kamis (17/10). KIP menjadi instrumen atau indikator penting tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yakni transparan, akuntabel, dan partisipatif.

Hasilnya? Pencapaian yang membanggakan untuk Jawa Timur. Berdasar data yang dirilis di Jakarta dengan dihadiri pejabat lembaga negara, IKIP 2024 di Jatim melesat dengan skor 83,83 (baik). Skor ini menempatkan Jawa Timur berada di urutan kedua tingkat nasional dibawah Jawa Barat dengan skor 85,22.

Capaian IKIP 2024 untuk Jatim tersebut meningkat sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2021 hanya meraih skor 66.82 (urutan 29 nasional), 2022 skor 73.87 (urutan 24), 2023 skor 73.89 (urutan 24). Artinya, ada akselerasi atau lompatan dari badan-badan publik di Jatim untuk meningkatkan KIP dalam beberapa tahun terakhir.

Di seluruh Indonesia, sejauh ini belum banyak provinsi yang mendapatkan skor IKIP dengan status baik. Hanya ada 11 provinsi dari 38 provinsi se-Indonesia.

Selain Jabar dan Jatim, sembilan provinsi lain yang berkategori baik dalam IKIP adalah Kalimantan Timur (82.25), Sulawesi Tenggara (82.16), Sumatera Utara (82.07), Kalimantan Barat (81.97), DIY (81.94), Nusa Tenggara Barat (81.71), Aceh (81.33), Riau (81.25), dan Kalimantan Selatan (81.21).

Merespons pencapaian positif itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informattika (Diskominfo) Pemprov Jatim Sherlita Ratnwa Dewi Agustin menyatakan, kenaikan ini adalah prestasi Jawa Timur yang merupakan kerja keras dan kerja cerdas semua pihak. Terutama Komisi Informasi Jawa Timur yang menjadi gawang keterbukaan informasi publik.

“Alhamdulillah. Nilai penting, tetapi kerja benar on the track lebih penting. Karenanya tidak berhenti di sini, masih banyak pekerjaan rumah lainnya yang harus segera ditangani. Antara lain sosialisasi kepada OPD, kabupaten/kota, badan layanan umum atau publik lainnya, bahkan sampai ke pemerintah desa tentang keterbukaan informasi publik,” ujarnya.

Dia menambahkan, perlu dicari model sosialisasi yang paling tepat untuk menyampaikan pesan bahwa kondisi saat ini yang serba digital, keterbukaan informasi publik adalah hal perlu dipahami bersama sebagai suatu yang tak terelakkan. “Semangat utk Keterbukaan Informasi Publik, Jatim Bersatu, Bersama Untuk Maju,” tegasnya.

Untuk diketahui, penilaian IKIP mengacu sebanyak tiga indikator dengan 77 instrumen seputar implementasi keterbukaan informasi publik di daerah setempat. Tiga indikator itu adalah lingkungan politik, hukum, dan ekonomi. Pengukuran skor itu dilakukan oleh para informan ahli dari daerah yang terdiri atas unsur pentahelix (jurnalis, pelaku usaha, pemerintah, akademisi, dan perwakilan organisasi masyarakat).

Tidak hanya itu, setelah dilakukan pengukuran di tingkat daerah, penilaian juga dilakukan tim pusat yang terdiri atas 17 orang informan ahli. Yakni, tujuh Komisioner KI Pusat RI, dan 10 orang tokoh dari perwakilan pentahelix tingkat nasional. Artinya, proses penilaian berjenjang dengan melihat sejauh mana keterbukaan informasi publik benar-benar diimplementasikan di daerah bersangkutan. (ita)