Tumbuhan Paling Langka Muncul di Jember
KOMUNITAS PERISTIWA

Tumbuhan Paling Langka Muncul di Jember

Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati (kehati) baik flora maupun fauna. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2017 saja mencatat, ada sebanyak 31.750 jenis flora berhasil ditemukan, di mana 25.000 di antaranya merupakan tumbuhan berbunga.

Begitu pula dengan 115 spesies mamalia, 1.500 spesies burung, 600 spesies reptil, dan 270 spesies amfibi. Kekayaan ini membuat National Geographic menempatkan Indonesia pada urutan kedua negara dengan kehati terkaya di dunia setelah Brasil.

Meski demikian, berdasarkan laporan lembaga perlindungan konservasi global yaitu International Union for Conservation of Nature (IUCN), ada sekitar 15.000 jenis kehati Indonesia telah dinilai status konservasinya dan sebanyak 2.343 jenis di antaranya berisiko terancam punah termasuk 1.297 jenis tumbuhan.

Mereka yang terancam punah itu telah masuk ke dalam Daftar Merah (Redlist) IUCN dan menjadi rujukan untuk dilakukan pemulihan dan perlindungan atau konservasi secara global.

Salah satu kehati Daftar Merah yang berhasil diidentifikasi berada di kawasan konservasi Taman Nasional (TN) Meru Betiri di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Melansir website taman nasional seluas 66.068,55 hektare, para peneliti gabungan dari Pusat Riset Ekologi dan Etnologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), TN Meru Betiri dibantu Yayasan Save Indonesia & Threatened Species (SINTAS) secara tidak sengaja menemukan spesies tumbuhan endemik sangat langka dan terancam punah di dunia dan hanya ada di Jember.

Namanya Dehaasia pugerensis dan ditemukan ketika dilakukan pelatihan mengenai flora tersebut oleh pihak BRIN dan SINTAS kepada para pegiat konservasi di TN Meru Betiri. Penemuan pertama terjadi pada 14 Agustus 2024 di Blok Curah Luwak Resort Andongrejo SPTN Wilayah II Ambulu.

Penemuan berikutnya terjadi di Blok Pringtali Resort Bandealit SPTN Wilayah I Ambulu pada 29 Agustus 2024 dan Blok Pletes Resort Wonoasri SPTN Wilayah II Ambulu. Total ada sebanyak 15 individu dewasa tumbuhan Dehaasia ditemukan di TN Meru Betiri dan jika digabungkan dengan temuan sebelumnya, maka ada sebanyak 191 individu dewasa tumbuh subur di dalam taman nasional.

Menurut Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TN Meru Betiri Nur Rohmah, seperti dikutip dari Antara, tumbuhan tersebut sangat mudah ditemukan bahkan dapat tumbuh di tepi jalan di area taman nasional.

Pihaknya bersama BRIN telah melakukan penelitian sejak 2020 dan hasilnya diketahui bahwa tumbuhan ini hanya ditemukan di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Dalam Daftar Merah IUCN, spesies Dehaasia itu masuk kategori Terancam Kritis (Critically Endangered). “Sehingga kami bersyukur tumbuhan itu masih bisa ditemukan di kawasan TN Meru Betiri,” tuturnya.

Nur Rohma meyakini bahwa jenis tumbuhan yang tumbu hingga setinggi 8 meter dan pohonnya tidak terlalu besar tersebut kemungkinan masih dapat ditemukan di bagian lain dari kawasan TN Meru Betiri. Ini terjadi lantaran petugas dengan mudah menemukan tumbuhan yang berukuran tidak terlalu besar itu. Namun pihaknya masih akan melakukan inventarisasi terkait populasinya ke depan meski tidak menjadi potensi penebangan liar di zona rimba karena batang pohonnya tidak terlalu besar.

Berdasarkan data inventarisasi flora di TN Meru Betiri tercatat setidaknya terdapat 602 jenis tumbuhan yang terdiri atas 98 familia. Sebanyak 242 jenis di antaranya berkhasiat sebagai tumbuhan obat, sehingga dengan tambahan Dehaasia maka jumlah flora bertambah menjadi 603 tumbuhan.

Kawasan TN Meru Betiri merupakan salah satu wilayah di Pulau Jawa yang masih menyisakan formasi hutan hujan tropis dataran rendah dengan formasi relatif masih lengkap. Setidaknya terdapat populasi sebanyak 512 jenis satwa terdiri dari 31 mamalia, 7 reptil, 254 aves, 123 insecta, 40 pisces, 71 anthropoda, 17 odonata, 10 amphibia, dan 6 bivalvia.

Makin Terhimpit
Sedangkan periset ekofisiologi tumbuhan BRIN Mutiara Pitaloka mengungkapkan bahwa ekosistem tumbuhan kini semakin terhimpit oleh aktivitas manusia dan terjadinya perubahan iklim. Kegiatan pembukaan lahan baru bagi kebutuhan pertanian, industri, dan permukiman menjadi penyebab makin terancamnya sejumlah flora endemik. Selain itu, pemanasan global turut memusnahkan flora endemik tersebut.

“Kalau kita amati dari semua sebab kepunahan tumbuhan itu kita bisa simpulkan bahwa faktor terbesar bagi perubahan lingkungan itu adalah manusia. Pembukaan lahan untuk pertanian, pembukaan lahan untuk pemukiman, perubahan iklim karena kita tidak menjaga lingkungan, membawa spesies eksotis ke arah lain itu juga disebabkan oleh manusia,” terangnya.

Oleh sebab itu, pihak TN Meru Betiri seperti diungkapkan Nur Rohmah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menginvetarisasi berapa banyak populasi Dehaasia pugerensis di kawasan tersebut dan dapat tumbuh hingga ketinggian berapa. Tumbuhan endemik ini menurut Nur biasanya memiliki habitat tertentu dan harus segera dilakukan perlindungan penuh karena statusnya terancam kritis agar tidak punah (extinct). (indonesia.go.id)