Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berupaya untuk membangun infrastruktur gas bumi sehingga penggunaan gas bumi bisa dimanfaatkan secara optimal, mengingat dalam beberapa tahun ke depan akan ada tambahan pasokan produksi gas bumi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Plt Direktur Jenderal Migas yang diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Migas, Maompang Harahap, pada acara webinar bertajuk ‘Optimalisasi Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Percepatan Transisi Energi dan Sirkular Ekonomi’ di Jakarta, Kamis (08/08).
“Produksi gas bumi intinya adalah bahwa nanti akan ada tambahan produksi pasokan gas bumi ya dari 2025 sampai dengan 2028, nah yang terbesar itu tambahan pasokan gas itu akan terjadi di 2027 dan 2028,” ujarnya.
Ia merincikan bahwa tambahan produksi tersebut, utamanya berasal dari Wilayah Kerja (WK) Migas Geng North sebesar 1.000 mmscfd, kemudian dari WK IDD Gandang Gendalo dengan produksi sebesar 4.900 mmscfd, serta WK Andaman dengan produksi sebesar 527 mmscfd.
Gas bumi yang akan produksi tersebut, lanjut Maompang, perlu ditopang oleh infrastruktur gas bumi sehingga bisa dimanfaatkan secara optimal. Selain itu porsi pemanfaatan gas bumi untuk domestik sekarang sudah mencapai 70%, dan 30% sisanya untuk ekspor.
“Jadi infrastruktur menjadi kunci penting supaya nanti bisa pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik ini bisa lebih masif,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur gas bumi yang nantinya akan menintegrasikan antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, yakni pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) dan Dumai-Sei Mangkei (Dusem).
Proyek pipa gas Cisem Tahap 1 Ruas Semarang-Batang sudah selesai pembangunannya dengan nilai Rp1.04 triliun, sedangkan Cisem Tahap II ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur kontraknya sudah ditandatangani pada 2 Agustus 2024 lalu dan sekarang masuk pada tahap awal pelaksanaan pembangunan.
“Kemudian untuk pipa Dusem, sekarang sedang dalam proses perencanaan, jadi basic design dan FS (Feasibility Study)-nya sedang disusun, targetnya itu nanti di akhir 2024 akan segera dilelangkan. Ini panjangnya kurang lebih 550 KM dan nanti pelaksanaan fisiknya ini ditargetkan dari 2025, 2026, dan 2027 (multi years contract) nanti bisa diselesaikan,” jelasnya.
Lebih lanjut Maompang mengatakan manfaat dari pembangunan pipa gas tersebut adalah untuk mendukung Harga gas yang lebih terjangkau dengan toll fee yang lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan gas untuk industri, pembangkit listrik, komersial, dan rumah tangga.
Selain itu bisa dimanfaatkan untuk pembangunan program Jaringan Gas (jargas) Rumah Tangga dengan target 300.000 sambungan rumah tangga (SR) di sekitar Cisem dan 600.000 SR di sekitar pipa gas Dusem dan akan mengurangi penggunaan dan impor LPG 3KG.
“LPG ini kan 80% impor, kemudian subsidi energi yang paling besar dari LPG 3KG, itu pasti sangat rentan terhadap ketahanan energi, jadi nanti kalua pipa gas ini sudah terbangun akan ada potensi untuk mengurangi subsidi LPG 3 kg itu Rp0,63 triliun per tahun dan akan menghemat devisa import lPG itu kurang lebih Rp1,08 triliun per tahun. Serta akan ada penghematan biaya masak itu kurang lebih Rp0,16 triliun per tahun,” pungkasnya. (esdm)