Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan dalam mengekspor produk kelautan dan perikanan ke Uni Eropa. Salah satu hambatan utama adalah pengurusan izin ekspor untuk mendapatkan nomor registrasi atau approval number.
Menurut KKP, Uni Eropa sangat ketat dalam memberikan izin ekspor produk perikanan, terutama terkait pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan. Meski demikian, tren penolakan ekspor karena masalah mutu berada di bawah 1 persen, menunjukkan bahwa isu ini tidak terlalu signifikan.
Selain mutu, Uni Eropa juga sangat ketat dalam menelusuri riwayat produk perikanan sebelum diekspor. Distributor harus memiliki sertifikat, dan kapal pencari ikan juga harus bersertifikat.
Meski demikian, para pelaku ekspor perikanan tidak perlu berkecil hati. Beberapa komoditas perikanan dari Indonesia diminati oleh pasar Eropa. Tuna, misalnya, tetap menjadi favorit, tidak hanya sebagai bahan baku sushi tetapi juga dalam industri pengalengan. Tuna kalengan menjadi bagian besar dari konsumsi makanan laut di Eropa.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Market Observatory for Fisheries and Aquaculture Products (EUMOFA), tuna adalah pilihan utama di antara semua spesies laut yang dikonsumsi di Eropa, diikuti oleh ikan kod, salmon, dan ikan pollock Alaska.
Konsumsi tuna kalengan di Eropa mencapai 2,78 kg per orang per tahun, yang berarti sekitar 11 persen dari total konsumsi produk seafood dan akuakultur di benua ini. Orang Eropa bahkan mengonsumsi lebih banyak tuna dibandingkan warga Amerika, yang konsumsi tuna kalengnya hanya 2,1 kg per orang.
Pasar ikan di Eropa mencatat lonjakan konsumsi cakalang, sejenis tuna, sebesar 95 gram per orang, meski ada penurunan konsumsi tuna sirip kuning sebesar 63 gram. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penghapusan produk tuna sirip kuning di beberapa pasar di Eropa Tengah dan Utara karena isu keberlanjutan.
Di sisi lain, negara-negara seperti Spanyol dan Italia lebih memilih cakalang yang lebih terjangkau. Dengan tingkat konsumsi yang tinggi, Eropa harus mengimpor tuna dari luar untuk memenuhi kebutuhannya, karena saat ini hanya 28 persen kebutuhan tuna Eropa yang dipenuhi dari dalam negeri.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Budi Sulistiyo menyatakan bahwa Indonesia merupakan produsen tuna terbesar di dunia dengan produksi mencapai 19,1 persen dari pasokan tuna dunia pada 2022. Pada 2023, produksi meningkat hingga mencapai 1,5 juta ton. Nilai ekspor tuna Indonesia (termasuk cakalang dan tongkol) pada 2023 mencapai USD 927,2 juta, atau sekitar 16,47 persen dari nilai ekspor perikanan Indonesia.
“Konsumen global semakin menyadari pentingnya produk tuna berkelanjutan. Kami memastikan bahwa produk tuna dari Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan tersebut,” ujar Budi Sulistiyo.
Bagaimana produsen tuna dapat mengembangkan ekspornya di Eropa? Eropa Selatan merupakan sasaran utama dengan banyak pabrik pengolahan tuna. Eropa Utara dan Timur juga patut diperhitungkan karena impor mereka terus meningkat meski tidak banyak mengolah tuna menjadi produk kalengan.
Mencari pembeli adalah kunci dalam mendapatkan peluang ekspor ke Eropa. Pameran seperti Seafood Expo dan Conxemar menjadi ajang penting untuk bertemu dengan pembeli dan pemasok tuna beku dari berbagai penjuru dunia. Seafood Expo di Belgia dan Conxemar di Spanyol merupakan tempat sempurna untuk berkenalan dengan pembeli internasional dan menggali lebih dalam tentang industri ikan dan makanan laut di Eropa Selatan. (indonesia.go.id)