Universitas Airlangga (UNAIR) resmi mengukuhkan Prof Dr Sucipto Hariyanto DEA sebagai guru besar. Penyematan gelar tertinggi sebagai seorang dosen itu berlangsung pada Rabu (27/12) di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C UNAIR. Dalam kesempatan itu, Prof Sucipto menyampaikan orasi bertajuk “Ekologi Konservasi Sumber Daya Hayati dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan”.
Membuka orasi, Prof Sucipto menyampaikan bahwa saat ini krisis iklim dan lingkungan telah melanda dunia. Indonesia, negara yang kaya sumber daya alam merasakan dampak signifikan dari adanya krisis tersebut. “Sekarang sudah sangat kita rasakan, misalnya kelebihan populasi manusia, penghilangan keanekaragaman, penggundulan hutan, pemanasan global, dan perubahan iklim,” paparnya.
Berkaca di Indonesia, Prof Sucipto menyebut bahwa krisis lingkungan dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. “Kerusakan lingkungan di Indonesia semakin hari semakin parah dan telah mengancam kehidupan manusia,” ucap Prof Sucipto.
Deforestasi yang terjadi setiap tahun berdampak hilangnya 21 persen dari 133 juta hektar hutan. Sementara itu, sumber daya hayati laut juga turut merasakan dampak krisis lingkungan. Sebesar 30 persen dari 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan. Hal ini meningkatkan risiko bencana pada daerah pesisir.
Tidak kalah mengkhawatirkannya, Indonesia juga terancam kehilangan keanekaragaman hayati. Menurut IUCN Realist, sebanyak 76 spesies dan 127 tumbuhan berada pada status keterancaman tertinggi (kritis). Kemudian, 205 jenis hewan dan 88 jenis tumbuhan masuk ke kategori bahaya, sementara 557 hewan dan 256 tumbuhan berstatus terancam.
Segala bentuk kerusakan ini, kata Prof Sucipto, akan berdampak pada potensi terjadinya bencana alam. “Dampaknya, tingkat kerusakan alam ini nantinya akan meningkatkan risiko terjadinya bencana dari faktor alam maupun ulah manusia,” ujar guru besar FST UNAIR itu.
Untuk menangani krisis, Prof Sucipto menyebut perlu adanya pengarusutamaan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain, pemerintah perlu melakukan penggalian potensi-potensi keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya. “Kita perlu menggali potensi-potensinya dan pemanfaatan yang harus dibenahi. Sebab ini merupakan kekayaan nasional dan aset pembangunan berkelanjutan,” ungkapnya.
Kemudian, Prof Sucipto menambahkan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan strategi nasional. Strategi ini bertujuan sebagai alat bantu agar semua pihak terkait menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip perlindungan. “Perlu strategi nasional sebagai alat bantu. Tujuannya supaya semua pihak mengupayakan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan berkelanjutan dalam menjalankan tugas,” jelasnya.
Strategi nasional itu, kata dia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga semua pihak. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban mengembangkan peraturan perundang-undangan serta menjalankan bagian yang menjadi kepentingan nasional. Sementara itu, masyarakat dan pihak terkait berkewajiban untuk menjalankan peran masing-masing.
“Pemerintah berkewajiban mengembangkan peraturan perundang-undangan tentang pemanfaatan dan pelestariannya. Selain itu, bersama pihak lain pemerintah melakukan bagian yang menjadi kepentingan nasional atau umum,” tegasnya. (ita)