Gas Cisem Hidupkan Industri Jateng
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Gas Cisem Hidupkan Industri Jateng

Suplai gas bumi ke industri dan rumah tangga menjadi penting untuk kelangsungan hidup khalayak ramai. Untuk itu, pemerintah bersama para produsen dan transportir gas terus mengupayakan pasokan gas ke masyarakat. Permintaan gas meningkat seiring dengan tumbuhnya pusat-pusat industri dan permukiman.

Pasokan gas di Jawa masih menjadi kunci pertumbuhan industri nasional. Seperti proyek pipa transmisi gas bumi ruas Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap I meliputi pipa ruas Semarang-Batang siap mengalirkan gas bagi 26 perusahaan di Kawasan Industri Khusus (KIK) Kendal, Jawa Tengah. Total kebutuhan gas di kawasan itu hingga 2026 mendatang mencapai 39,42 MMSCFD.

Selain itu, gas juga akan mengalir ke Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) dengan proyeksi kebutuhan gas 25,83 MMSCFD dari 14 perusahaan di KITB Fase I hingga 2028, serta kawasan-kawasan industri lainnya di sepanjang pipa transmisi Cisem tahap 1.

Menyikapi proyek tersebut, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Migas ESDM) Tutuka Ariadji menyatakan, proyek strategis nasional pemerintah ini sangat penting dilakukan sebagai milestone pengembangan industri gas bumi nasional.

“Pemerintah melalui pembiayaan APBN untuk mendorong pertumbuhan dan nilai tambah bagi perekonomian nasional. “Pipa Cisem adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) dan merupakan terobosan karena dibangun langsung oleh Kementerian ESDM melalui pembiayaan APBN,” kata Dirjen Tutuka, saat meresmikan pengaliran gas pipa Cisem Tahap I ke KIK Kendal, Jawa Tengah, Jumat (17/11).

Selanjutnya pipa Cisem-1 dikelola oleh Direktorat Jenderal Migas melalui LEMIGAS yang bekerja sama dengan Pertagas. Dengan peran langsung pmerintah, maka toll fee atau biaya pengangkutan gas melalui Pipa Cisem-1 dapat menjadi lebih rendah. Adapun penetapan toll fee nya nanti akan dilakukan oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

Tentunya harga toll fee yang murah berdampak positif bagi industri di Kawasan Industri Kendal. Mereka mendapatkan harga gas yang lebih murah sehingga produktivitas dan daya saing industri meningkat, terjadi peningkatan investasi, dan penyerapan tenaga kerja bagi rakyat.

“Sebagai contoh, salah satu industri di Kawasan Industri Kendal ini, langsung dapat menikmati penurunan harga gas yang menarik dengan adanya pengaliran gas melalui Pipa Cisem-1. Pengaliran gas hari ini di Kawasan Industri Kendal masih permulaan untuk lima industri dan akan terus meningkat,” imbuh Dirjen Migas.

Proyeksi potensi industri yang dapat menggunakan gas dari pipa transmisi Cisem Tahap I di Kendal dan Batang sekitar 40 industri. Tidak hanya memberi keuntungan untuk industri, pipa Cisem juga akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat melalui gas untuk rumah tangga.

“Setelah selesainya pipa Cisem Tahap II, diharapkan terdapat potensi gas untuk Jaringan Gas Kota (Jargas) minimal 5 MMSCFD atau sekitar 300.000 rumah tangga. Khusus untuk Kendal sendiri terdapat potensi jargas sekitar 10.000 rumah tangga,” ungkap Dirjen Tutuka.

Proyek pipa transmisi Gas Cisem Tahap I dibangun sepanjang 60 kilometer (km) dengan diameter pipa 20 inci dan menelan biaya Rp1,13 triliun. Termasuk untuk membangun Stasiun Gas ESDM di Semarang dan Batang. Sementara itu, konstruksi tahap kedua Batang—Cirebon—Kandang Haur akan dimulai tahun depan dan diperkirakan menyerap dana Rp3,34 triliun. Dengan begitu, total biaya proyek strategis nasional ini mencapai Rp4,47 triliun.

Pekerjaan konstruksi terintegrasi rancang bangun pembangunan pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang Tahap I (Ruas Semarang-Batang) dilaksanakan secara multiyears (tahun jamak) 2022 dan 2023 selama 15 bulan terhitung mulai 23 Mei 2022 sampai dengan 22 Agustus 2023. Pekerjaan konstruksi yang dilakukan yakni, pembangunan jalur pipa gas diameter 20 inci sepanjang kurang lebih 60 Km dan pembangunan Stasiun Gas ESDM Semarang dan Batang.

Adapun pasokan gas bumi Cisem Tahap I dan Tahap II bersumber dari Jambaran Tiung Biru, Bojonegoro, Jawa Timur, dan lapangan gas lepas pantai Madura yang dikelola Husky-CNOOC Madura Limited (HCML). Selain itu, masih ada potensi penambahan pasokan dari lapangan gas lepas pantai Jawa dan Sulawesi, Blok Agung I dan Blok Agung II yang dikelola BP.

Merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), gas bumi diamanatkan untuk digunakan secara optimum. Hal itu disebabkan gas bumi dipandang sebagai sumber energi fosil yang relatif lebih bersih, dibandingkan minyak bumi.

Dalam target bauran energi 2015–2050, persentase pemanfaatan gas bumi ditetapkan paling sedikit 22 persen di 2025 dan minimal 24 persen di 2050. Meninjau porsi alokasi gas bumi yang semakin besar serta kebutuhan energi yang kian meningkat seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan gas di sektor domestik.

Berdasarkan proyeksi yang tertuang dalam RUEN, kebutuhan gas di 2025 diperkirakan mencapai 44,8 million ton oil equivalent (MTOE). Pada 2050, volume kebutuhan gas diperkirakan naik menjadi 113,9 MTOE.

Guna mencukupi kebutuhan tersebut, dibutuhkan pasokan gas bumi sebesar 89,5 MTOE atau setara 9.786,7 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) di 2025 dan 242,9 MTOE atau setara 27.013,1 MMSCFD di 2050. (indonesia.go.id)