Perda Jatim Pelayanan Publik Diubah
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Perda Jatim Pelayanan Publik Diubah

Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menghadiri Rapat Paripurna Penyampaian Pendapat Gubernur Jawa Timur atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif DPRD Prov Jatim tentang Perubahan Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik di Ruang Rapat Paripurna DPRD Prov. Jatim, Senin (13/11).

Wagub Emil menyampaikan, Raperda ini disusun pula untuk menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan.

“Kami sependapat hal ini sangat diperlukan untuk memastikan komponen standar pelayanan terpublikasikan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam sistem informasi pelayanan publik,” ucapnya.

Ia juga mengatakan, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh setiap penyelenggara pemerintahan. “Kami sependapat bahwa pelayanan publik di Jawa Timur perlu ditingkatkan untuk kemaslahatan bersama,” katanya.

Menurut Emil, Pemerintah Daerah harus memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses pelayanan publik. “Karena pemerintah daerah harus hadir dalam memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam pelayanan publik di era revolusi industri 4.0,” ucapnya.

Dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas usulan Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik ini, yakni karena sejalannya semangat pembentukan Raperda tersebut dengan salah satu program unggulan dalam Nawa Bhakti Satya, yaitu Program Jatim Kerja, yang antara lain diwujudkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan melakukan penyediaan service point pada Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan sesuai dengan wilayah kerja masing-masing sejak tahun 2014. Service point tersebut dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta sumber daya aparatur pelayanan perizinan.

“Dukungan Pemerintah Provinsi terkait pelayanan publik sektor perizinan ini merupakan solusi untuk mengatasi kabupaten/kota yang belum memiliki Mal Pelayanan Publik (MPP),” jelasnya.

Lebih lanjut, Emil menuturkan menyampaikan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan, saran, dan masukan dalam pembahasan Raperda ini nantinya.

Pertama, pengaturan maklumat pelayanan tidak perlu diatur secara teknis karena sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan, materi maklumat pelayanan hanya berisi mengenai substansi janji, memberikan pelayanan, dan sanksi.

Kedua, perlu mempertimbangkan kembali apakah perlu membangun sistem informasi pelayanan publik di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Timur, mengingat Pemerintah Pusat telah menyelenggarakan sistem informasi pelayanan publik yang bersifat nasional, yaitu aplikasi SIPPN yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasional.

“Di mana di dalam Peraturan Menteri dimaksud disebutkan bahwa Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati, Walikota, Direktur Utama BUMN, Direktur Utama BUMD wajib memastikan penyediaan informasi pelayanan publik ke dalam SIPPN, sehingga pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan SIPPN dan tidak membangun sistem informasi sendiri,” jelasnya

“Juga perlu dilakukan pembahasan terkait dengan pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik. Demikian beberapa hal yang dapat Kami sampaikan dalam kesempatan ini, Kami berharap pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah ini dapat berjalan lancar sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan,” katanya.

Juga Sebut Ada Tiga Kebijakan Yang Perlu Diakomodir Pada Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan K-UKM. Dalam kesempatan yang sama, Wagub Emil dalam juga menyampaikan Pendapat Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil (K-UKM).

Pada paparannya, Ia sependapat bahwa terdapat urgensi untuk dilakukan pencabutan atas Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pemberdayaan UMKM.

“Ditinjau dari beberapa peraturan pemerintah pusat, perlu adanya penyesuaian. Karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan Masyarakat,” ucapnya

Adapun penyesuaian itu dilihat berdasarkan beberapa kebijakan yang belum terakomodir. Beberapa kebijakan tersebut adalah Pertama Kebijakan Pemberdayaan Koperasi melalui aspek kelembagaan, produksi, pemasaran, keuangan, dan inovasi dan teknologi.

Kedua, Kebijakan pemberdayaan UMKM melalui Pembangunan infrastruktur; Program Pembiayaan; Digitalisasi UMKM; Sinergi dan Koordinasi; Kewajiban bagi pemerintah daerah, BUMN, BUMD, Badan Usaha swasta untuk menyediakan tempat promosi dan pengembangan K-UKM; Pengalokasian paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari total keseluruhan nilai anggaran pengadaan barang/jasa untuk pengadaan barang/jasa dari Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Koperasi yang berasal dari hasil produksi dalam negeri.

Ketiga, pelibatan perangkat daerah lintas sektor dalam pelindungan dan pemberdayaan bagi Koperasi dan UMKM di Jawa Timur.

“Substansi kebijakan tersebut belum terakomodir dalam kedua Perda mengenai pemberdayaan Koperasi dan UMKM, sehingga mencermati ketentuan angka 237 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka perlu membentuk peraturan daerah baru untuk mencabut dan mengganti Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pemberdayaan K-UMKM dan Perda Prov Jatim Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pemberdayaan UMKM karena esensinya berubah dan lebih dari 50% materi muatannya perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” pungkasnya. (ita)