Di pengujung tahun 2020, Universitas Airlangga (UNAIR) kembali mengukuhkan tiga guru besar baru, bertempat di Aula Garuda Mukti Kampus C UNAIR pekan lalu.
Dalam kesempatan tersebut Prof Tjitjik Srie Tjahjandarie Dra PhD dikukuhkan oleh Rektor UNAIR sebagai guru besar bidang Kimia Organik, Fakultas Sains dan Teknologi.
Pada kesempatan yang berbahagia itu, Prof. Tjitjik menyampaikan pidato perihal hasil risetnya dan tim Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR yaitu “Bioprospek Tanaman Endemik Indonesia Timur sebagai Sumber Penemuan Kandidat Obat dalam Upaya Peningkatan Ketahanan Kesehatan”.
Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biodiversitas terbesar di dunia, salah satu di antaranya adalah tumbuhan.
“Indonesia Timur merupakan wilayah yang kaya sumber tanaman endemik. Tanaman endemik Indonesia Timur dipengaruhi oleh benua Australia atau disebut sebagai flora Australis. Keragaman senyawa metabolit sekunder dari flora Australis, terutama jenis suku Calophyllaceae, Rutacea, dan Fabaceae sampai saat ini belum pernah dikembangkan dan dilaporkan oleh peneliti,” jelas guru besar ke-516 sejak UNAIR berdiri itu.
Lebih lanjut, selama tujuh tahun terakhir, Prof Tjitjik dan tim melakukan penelitian yang fokus untuk mengungkap keragaman senyawa kimia jenis tumbuhan berhabitus pohon dari Indonesia Timur.
Pemetaan keragaman metabolit sekunder flora Australis Indonesia Timur, diharapkan dapat melindungi plasma nutfah tumbuhan Indonesia dan menemukan chemical marker untuk tumbuhan obat Indonesia terutama dari suku Calophyllaceae, Rutacea, dan Fabaceae.
Selain itu, sambungnya, pengembangan penelitian telah menghasilkan ratusan senyawa metabolit sekunder dengan puluhan senyawa baru yang memiliki efek fisiologis yang sangat tinggi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker (antikanker) dan Plasmodium falciparum (antimalaria).
“Hasil penelitian pada tumbuhan Calophyllum yang merupakan famili dari Calophyllaceae menghasilkan enam senyawa baru dari spesies C. tetrapterum dan C. peekeli.
Calotetrapterin A-C dari spesies C. tetrapterum yang dihasilkan memperlihatkan nilai penghambatan yang sangat kuat dalam menekan pertumbuhan sel kanker darah (P-388) dan Calopeekeli A-C dari C. peekeli merupakan senyawa baru golongan asam kromanoat yang sangat aktif sebagai antimalaria,” ujarnya Alumnus Univesity of Western Australia tersebut.
Genus Melicope, sambungnya, merupakan bagian dari famili Rutaceae, yang mengandung senyawa golongan alkaloid, kumarin, flavonoid, asilfloroglusinol, asam sinamat dan hibrid alkaloid (gabungan dua senyawa).
Penelitian terhadap Melicope menghasilkan lima senyawa baru dari beberapa spesies Melicope yang sangat aktif sebagai antimalaria dan antikanker (kanker rahim).
“Melimolucanin A aktif sebagai antimalaria, dan emapat senyawa baru Meliglabrin, Meliquersifolin B, Melikodenin F, Melikodenin J menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap sel kanker rahim,” terangnya.
Selanjutnya, Flemingia merupakan salah satu genus tumbuhan berbunga yang termasuk dalam famili Fabaceae, spesies F. macrophylla menghasilkan senyawa turunan flavonoid yaitu calkon tergeranilasi yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan sekaligus aktif dalam menghambat pertumbuhan sel kanker payudara pada tahapan metastasis hingga apoptosis sel kanker.
“Hasil penelitian terhadap F. macrophylla ditemukan senyawa aktif baru Flemingin P dan Flemingin Q dan lima senyawa baru lainnya. Senyawa baru tersebut diujikan pada sel kanker payudara (sel 4T1 dan T47D) dan menunjukkan kekuatan yang sangat aktif,” pungkasnya. (ita)