Bulan Oktober ini, untuk kali ketiga, Universitas Airlangga mengukuhkan guru besar baru. Kali ini, sebanyak lima guru besar dikukuhkan di Aula Garuda Mukti, pekan lalu. Pengukuhan guru besar itu menambah daftar panjang guru besar yang dimiliki UNAIR yaitu sebanyak 513.
Kelima guru besar yang dikukuhkan antara lain Prof Dr Kun Ismiyatin drg MKes SpKG(K) dari Fakultas Kedokteran Gigi, Prof Dr Seger Handoyo Drs MSi Psi dari Fakultas Psikologi, Prof Dr Raden Darmawan Setijanto drg MKes dari Fakultas Kedokteran Gigi, Prof Dr Dwikora Novembri Utomo dr SpOT(K) dari Fakultas Kedokteran, dan Prof Dr Hendrian Dwikoloso Soebagjo dr SpM(K) dari Fakultas Kedokteran.
Rektor UNAIR Prof Moh Nasih mengatakan, dengan dikukuhkannya kelima guru besar, akan menambah stabilitas kekuatan yang dimiliki UNAIR. Guru besar merupakan jabatan tertinggi dalam dunia akademik. “Jika sudah top level (jabatan di bidang akademik, Red), tidak akan ada lagi langkah tujuan lanjutan yang berkaitan dengan jabatan akademik,” ujar Rektor.
Oleh karenanya, lanjut Rektor, diharapkan para guru besar akan memberikan sumbangsih karya dan pemikirannya untuk almamater. Selain itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR itu mengimbau kepada seluruh guru besar untuk mampu bergerak melintas batas.
“Kemampuan melintas batas untuk berbicara multidisiplin menjadi kunci utama keerhasilan kita. Dunia ini berkembang luar biasa. Tidak langi mengikuti rumus linier. Tetapi mengikuti perubahan yang radikal dan fundamental. Dan itu tidak cukup hanya dipecahkan hanya menggunakan tool disiplin ilmu yang kita pelajari di bidang kita masing-masing,” ucap Rektor.
Tak hanya itu, rektor mengimbau masing-masing guru besar di bidang ilmu yang mereka tekuni harus berkolaborasi. Bukan hanya melintang batas, tapi melintas batas menjadi kebutuhan yang mutlak. “Kami berharap UNAIR dikenal secara internasional karena kontribusinya dalam persoalan universal dan kebermanfaatan manusia di dunia ini,” tambahnya.
Guru besar pertama, Prof Kun Ismiyatin, merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi aktif ke-28. Dalam orasi ilmiahnya, guru besar bidang Ilmu Konservasi Gigi itu memaparkan inovasi penggunaan Epigallocatechin-Gallate (EGCG) dan laser dioda sebagai terapi antibakteri dan penyembuhan karies gigi.
Guru besar kedua, Prof Seger Handoyo, merupakan Guru Besar Fakultas Psikologi aktif ke-5. Dalam orasi ilmiahnya, guru besar Ilmu Psikologi Industri dan Organisasi itu mengatakan bahwa saat ini perguruan tinggi tidak seperti kapal pesiar untuk berpelesir, namun layaknya organisasi bisnis yang diterjang perubahan dunia. Perubahan ini melaju dengan cepat, adaptasi dan improvisasi harus senantiasa dilakukan agar dapat bertahan.
“Empat tantangan pemimpin saat ini adalah membongkar sekat-sekat ego sektoral, kesombongan identitas diri atau kelompok, dan memegang teguh kepentingan sendiri diatas kepentingan yang lebih besar yang menjadi tembok untuk berkordinasi dan berkolaborasi,” ucap Prof Seger.
Guru Besar ketiga, Prof Darmawan Setijanto, merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi aktif ke-29. Dalam orasi ilmiahnya, guru besar bidang Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat itu mengatakan bahwa melalui teknologi Artificial Intelligence Al dan machine learning, penelitian terhadap kesehatan gigi maupun epidemiologi mampu menghilangkan asumsi statistika dan bias.
“Ilmu dan penelitian yang awalnya berlaku lokal, akan lebih mudah menemukan generalisasi yang mendekati hasil nyata. Selain itu, teknologi tersebut mampu mempelajari bidang lintas batas serta ilmu yang berdasarkan emosional dan norma,” ucap Darmawan.
Guru besar keempat, Prof Dwikora, merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran aktif ke-114. Guru besar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi itu menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Menuju Kemandirian Penanganan Cedera Lutut Secara Komprehensif”.
Prof Dwikora dan tim telah mengembangkan teknik baru yang disebut dengan Teknik UNAIR-Soetomo. Teknik itu terbilang menguntungkan dari sisi estetik dan pemulihan pascaoperasi bagi pasien atlet yang mengalami cedera lutut.
Upaya tersebut merupakan bentuk nyata kemandirian dalam melakukan desain dan produksi dengan menggandeng industri dalam negeri, sehingga dapat diperoleh dengan harga terjangkau.
Guru besar kelima, Prof Hendrian Dwikoloso, merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran aktif ke-115. Guru besar dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata itu dalam orasi ilmiahnya menguraikan risetnya mengenai peran biomolekular dan artificial intelligence dalam mendeteksi kanker mata retinoblastoma di era normal baru.
Prof Hendrian mengembangkan aplikasi dan riset alat deteksi dini penyakit pada mata berdasarkan foto mata dengan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence. Aplikasi tersebut memanfaatkan alat deteksi dini penyakit mata berupa foto atau citra mata.
Sebagai informasi, bulan Oktober ini Rektor UNAIR mengukuhkan sebanyak 14 guru besar. Pada 8 Oktober sebanyak empat guru besar, 14 Oktober sebanyak lima guru besar, dan 21 Oktober sebanyak lima guru besar. Penguhukan guru besar dihadiri secara terbatas oleh tamu undangan dengan penerapan protokol kesehatan ketat. (ita)