Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur bersama pemerintah provinsi Jatim menyetujui dan mengesahkan Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2019 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat.
Dalam revisi perda tersebut salah satunya dimasukan mekanisme atau aturan tambahan baru tentang penanganan dan pencegahan Covid-19.
Persetujuan revisi Perda 1 tahun 2019 ini langsung ditandatangani oleh Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua Achmad Iskandar, dan juga ditandatangani Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa di ruang rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin (27/07).
“Kami akan sampaikan ke Kemendagri untuk selanjutnya bisa dibuat turunan melalui Pergub. Kami optimis bulan depan bisa efektif dijalankan,” kata Ketua DPRD Jatim, Kusnadi ditemui usai Rapat Paripurna DPRD Jatim.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, perda ini bisa mengisi kekosongan hukum dalam rangka mengendalikan Covid-19, sehingga menjadi payung hukum dalam pengendalian Covid-19 di Jawa Timur.
Sekalipun dibahas secara kilat, Perda inisiatif DPRD ini mencakup beberapa hal strategis. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyebut lima penguatan di dalam Perda ini. Pertama, perluasan konsep bencana. Yang mana, memasukkan materi penyelenggaraan ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat saat terjadi bencana alam, non alam, maupun sosial.
Kedua, mendelegasikan wewenang kepada pemerintah daerah dalam penanganan bencana. “Dengan kata lain, Perda ini dapat menjadi dasar hukum Pemerintah Kabupaten/Kota,” kata Khofifah pada sambutannya.
Ketiga, dukungan TNI dan Polri dalam memperkuat peran dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP). Keempat, pemberian sanksi dalam pelaksanaan pembatasan kegiatan bermasyarakat.
“Ada yang jenis sanksi administratif dan/atau penerapan sanksi pidana yang nantinya akan diturunkan dalam Peraturan Gubernur. Utamanya, dalam mendukung pemberlakuan protokol tertentu sesuai dengan jenis bencana yang terjadi,” katanya.
Ada beberapa pengaturan ulang sanksi, khususnya sanksi denda administrasi, kerja sosial di fasilitas umum, hingga sanksi paksaan pemerintah lainnya. Selain itu, pendelegasian wewenang kepada bupati/wali kota untuk ikut mengenakan sanksi.
Selain memberikan sanksi bagi yang melanggar, Perda ini juga menyiapkan aturan pemberian hadiah bagi yang disiplin dengan protokol kesehatan. Di antaranya, pemberian intensif dan/atau penghargaan. “Bisa kepada perorangan, kelompok masyarakat, korporasi, hingga pelaku usaha. Prinsipnya, mereka memiliki peran membantu pencegahan, penanganan, dan penanggulangan bencana,” kata Khofifah.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menambahkan bahwa bentuk hadiah tersebut masih akan dirumuskan oleh eksekutif. Bentuknya, bisa berupa uang atau barang. “Intinya, kami ingin mendorong pelopor di masyarakat yang aktif melakukan upaya pencegahan. Cara kreatif atau kreatif yang membuat masyarakat peduli protokol kesehatan,” katanya.
Menurutnya, pemberian hadiah merupakan cara efektif di samping memberikan sanksi kepada pelanggar. “Kami sadar bahwa kami bisa saja menempatkan banyak personel untuk memberikan sanksi,” katanya.
“Namun, ini belum cukup untuk menjangkau pelosok daerah. Sehingga, kami membuka ruang untuk pemberian intensif. Istilahnya, reward and punishment,” katanya.
“Bisa uang atau barang. Setelah ini, kami akan melihat respon dari masyarakat dan melihat peluang dalam memberikan reward dan punishment tersebut,” pungkasnya. (jnr)