Pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 serta Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) total Rp607,65 triliun baik bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah maupun subsidi dan relaksasi untuk Kredit Ultra Mikro (UMi).
Sebanyak Rp35,28 triliun untuk 60,66 juta debitur digunakan untuk alokasi subsidi bunga UMKM terdampak pandemi Covid-19 agar usaha mereka tidak berhenti total. Pemerintah sangat peduli dengan keberlangsungan UMKM karena 90% ekonomi Indonesia ditopang oleh usaha ini.
“Covid-19 banyak berdampak pada ekonomi seperti UMKM kurang pesanan. Semua usaha, semua pihak terkena dampak pandemi Covid-19 karena orang lebih berhati-hati. Sebagai respons, Pemerintah membuat berbagai kebijakan, seperti menganjurkan kepada lembaga-lembaga penyalur untuk relaksasi kredit UMKM,” ujar Rizky Novrianto, Direktorat Sistem Manajemen Investasi Ditjen Perbendaharaan (DJPB) pada acara virtual #UangKita Talk bertema ‘UMKM Melejit, Ekonomi Bangkit’ di Jakarta, akhir pekan.
“Dan sebagai gantinya pemerintah memberi insentif penempatan dana, ada tambahan stimulus subsidi bunga untuk debitur KUR, penyediaan dana yang kita kerjasamakan dengan Bank Indonesia, pembebasan pajak. Namun hari ini, kita khusus membahas subsidi bunga,” imbuhnya.
Syarat debitur UMKM penerima subsidi bunga adalah debitur yang plafonnya di bawah Rp10 miliar. Memiliki baki debet (outstanding) kredit/pembiayaan sampai dengan 29 Februari 2020 yang artinya, debitur existing bukan debitur baru.
Kemudian tidak termasuk dalam Daftar Hitam Nasional (DHN) untuk plafon kredit di atas Rp50 juta, memiliki kategori kredit lancar kolektibilitas 1 atau 2 per 29 Januari 2020. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau mendaftar untuk mendapatkan NPWP.
Selanjutnya, debitur harus memperoleh restrukturisasi dari penyalur kredit/pembiayaan untuk debitur yang memiliki plafon kumulatif di atas Rp500 juta sampai dengan (s.d) Rp10 miliar. Terakhir, debitur harus memenuhi kriteria yang diatur oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM).
Besaran subsidi bunga yang diberikan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan yaitu pinjaman s.d Rp500 juta, subsidi bunga 6% untuk 3 bulan pertama, 3% untuk 3 bulan kedua. Pinjaman di atas Rp500 juta s.d. Rp10 miliar, subsidi bunga 3% untuk 3 bulan pertama, 2% untuk 3 bulan ke dua.
Untuk subsidi dari lembaga penyalur kredit program pemerintah, pinjaman sampai dengan 10 juta subsidi sebesar beban bunga debitur, paling tinggi 25%. Pinjaman di atas Rp10 juta s.d. Rp500 juta, subsidi bunga 6% untuk 3 bulan pertama, 3% untuk 3 bulan ke dua. Pinjaman di atas Rp500 juta s.d. Rp10 miliar, subsidi bunga 3% untuk 3 bulan pertama, 2% untuk 3 bulan ke dua. Debitur dapat melihat besaran subsidi yang diterima pada https://jendelaumkm.id/.
Pemerintah juga telah merevisi PMK 65/PMK.05/2020 menjadi PMK 85/PMK.05/2020 yang menyederhanakan aturan agar mempercepat pencairan seperti simplifikasi subsidi bunga tidak lagi menggunakan virtual account, namun langsung ke ditujukan ke debitur melalui penyalur seperti perbankan, dan lembaga keuangan.
Kemudian, kriteria penyalur tidak perlu lagi surat pernyataan kesediaan untuk mengikuti prosedur PMK. Penyalur dapat melakukan penagihan subsidi setelah ada bukti pembebanan subsidi, debitur sudah dikurangi bunganya. Penyampaian data debitur khusus koperasi masih dikonsolidasikan dengan Kemenkop. Subsidi akan dibuat hingga 31 Desember 2020.
Lebih jauh, untuk pengetatan pengawasan dan verifikasi, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda) bersinergi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Sementara itu, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang merupakan salah salah satu Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang fokus terhadap pengelolaan pendanaan Ultra Mikro (UMi) melalui penyalur dan lembaga linkage seperti PT Pegadaian, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), PT Bahana Artha Ventura (BAV) dan koperasi.
Seperti diketahui, UMi adalah pelengkap Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan pembiayaan maksimal hingga Rp10 juta dimana debitur tidak bankable untuk diberi pinjaman oleh bank.
Bentuk relaksasi yang diberikan sesuai Perdirut PIP No.5/2020 adalah penundaan pembayaran pokok untuk debitur/linkage/penyalur dengan akad pembiayaan yang ditandatangani sampai dengan (s.d) tanggal 4 Juni 2020. Masa tenggang diberikan bagi debitur baru/linkage/penyalur dengan akad pembiayaan yang ditandatangani setelah tanggal 4 Juni s.d 30 Nov 2020. Jangka waktu relaksasi paling lama 6 bulan antara Maret sampai dengan Desember 2020.
“Maksimal 6 bulan, periode diantara Maret sampai Desember, fleksibel, yang penting tidak melebihi Desember 2020. Relaksasi ada dua bentuk yaitu penundaan pokok bagi debitur yang menandatangani akad sampai dengan 4 Juni karena Perdirut kami terbit tanggal 5, sehingga akad-akad yang sebelum 4 Juni berhak mendapat subsidi pokok. Sedangkan yang debitur baru berhak mendapat masa tenggang,” jelas Ary Dekky Hananto Kepala Divisi Penyaluran Pembiayaan I, PIP.
Target relaksasi adalah 1,64 juta debitur dengan penundaan pokok sebanyak 1,02 juta debitur, total plafon Rp2,95 triliun senilai penundaan pokok Rp1,47 triliun.
Sedangkan masa tenggang, sudah meraih 615 ribu debitur dengan total plafon Rp1,89 triliun sudah tersalur Rp946,95 miliar. Selain itu, target subsidi untuk 934,5 ribu debitur dengan total plafon Rp2,6 triliun sudah tersalur senilai Rp349,29 miliar.
Pada penyaluran akad baru, telah diterima proposal pembiayaan sebesar Rp3,3 triliun yang telah diakadkan sebesar Rp1,168 triliun.
Adapun kriteria penerima subsidi untuk debitur adalah memiliki kualitas pembiayaan kolektibilitas lancar per 29 Februari 2020. Persyaratan ini tidak berlaku untuk debitur yang melakukan akad setelah tanggal 29 Februari 2020. Kemudian akad pembiayaan telah tercatat di SIKP-UMi, usahanya terdampak Covid-19, kooperatif dan menunjukkan itikad baik.
Sedangkan kriteria bagi linkage adalah memiliki debitur yang memenuhi kriteria dan mengajukan relaksasi, kualitas pembiayaan per 29 Februari 2020 dengan kolektibilitas lancar (persyaratan ini tidak berlaku untuk linkage yang melakukan akad setelah tanggal 29 Februari 2020, kooperatif dan menunjukkan itikad baik, dan telah melakukan akad perjanjian pinjaman/pembiayaan sebelum ditetapkannya Peraturan Direktur Utama.
Untuk kriteria penyalur yaitu:
– Pertama, memiliki debitur yang memenuhi kriteria dalam hal pola penyaluran langsung dan mengajukan relaksasi.
– Kedua, memiliki lembaga linkage yang juga memenuhi kriteria pola penyaluran tidak langsung dan mengajukan relaksasi.
– Ketiga, kualitas pembiayaan per 29 Februari 2020 dengan kolektibilitas lancar (persyaratan ini tidak berlaku untuk penyalur yang melakukan akad setelah tanggal 29 Februari 2020. (sak)