Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menemui perwakilan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) cabang Surabaya dan perwakilan Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia) Jawa Timur di dapur umum, Balai Kota Surabaya, Senin (11/05). Saat itu, Wali Kota Risma didampingi Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita dan jajaran kepala dinas lainnya.
Pada kesempatan itu, Ketua IDI Cabang Surabaya dr. Brahmana Askandar mengapresiasi setinggi-tingginya berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Wali Kota Risma beserta jajaran Pemkot Surabaya. Sebab, tracing yang dilakukan pemkot sudah sangat baik, sehingga dapat mendeteksi sejak dini pasien Covid-19.
“Cuma masalahnya rumah sakit Surabaya adalah rujukan dari seluruh Jawa Timur. Bahkan, sebelum Covid-19 pun, Surabaya selalu menjadi rujukan,” kata dr. Brahmana seusai bertemu Wali Kota Risma.
Namun ke depan, IDI dan PERSI akan mengatur regulasi dan mensosialisasikan tentang proses rujukannya, sehingga nanti yang bisa ditangani oleh daerah, tidak perlu dirujuk ke Surabaya. Apalagi, belasan rumah sakit di Jawa Timur sudah menjadi pusat rujukan penanganan Covid-19.
“Mungkin ini hanya perlu disosialisasikan lagi dan didiskusikan lagi dengan rumah sakit di daerah, supaya tidak semuanya dirujuk ke Surabaya. Rumah sakti yang sudah ditetapkan menjadi rujukan di Jatim itu sudah dianggap mampu menangani pasien Covid-19, baik dari segi fasilitas maupun sumberdayanya,” katanya.
Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jatim, dr Dodo Anondo mengatakan sebetulnya rumah sakit di Surabaya cukup untuk menangani Covid-19 jika pola rujukannya sudah sesuai. Cuma terkadang pasien itu kurang percaya untuk berobat di daerah, sehingga dirujuk atau pun berobat ke Surabaya.
“Memang Surabaya itu sudah luar biasa, kita apresiasi semuanya, tetapi masalahnya bebannya memang dari luar kota, memang agak sulit menanganinya. Terus terang kita tidak bisa menolak pasien, makanya nanti kita akan buat polanya,” kata dr Dodo.
Oleh karena itu, ia akan berkoordinasi dengan rumah sakit daerah supaya ke depan tidak terjadi lagi rujukan lepas. Ia mengakui bahwa PERSI memiliki delapan koordinator wilayah, nantinya akan disampaikan kepada korwilnya dan juga direktur rumah sakit di Jawa Timur supaya tidak semuanya dirujuk ke Surabaya.
“Ini tadi yang banyak didiskusikan adalah rujukan lepas, tahu-tahu IGD rumah sakit di Surabaya dapat pasien dari luar kota, tentu ini membebani rumah sakit di Surabaya. Ini yang harus ditangani dengan baik, makanya nanti kita akan siapkan polanya,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Risma mengakui bahwa berdasarkan data dan hitungannya, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit Surabaya sebanyak 50 persen adalah warga luar Surabaya. Bahkan, terdeteksi di Rumah Sakit Soewandhie dan Rumah Sakit BDH pasien Covid-19 dari luar Surabaya datang langsung ke UGD.
“Kalau dia OTG lalu kemana-mana di Surabaya, misalnya ke warung makan dan tempat lain, tentu ini yang membuat berat kepada kami di Surabaya. Belum lagi kalau dia bawa keluarga, sedangkan di salah satu keluarganya sudah ada yang positif, sehingga ini berat ke kami. Itu yang kami sampaikan ke PERSI dan IDI,” kata Wali Kota Risma.
Oleh karena itu, Wali Kota Risma berharap semuanya harus mengikuti protocol dan aturanya, sehingga tidak semua orang harus dirujuk ke Surabaya dan diterima oleh rumah sakit di Surabaya. “Kalau sedang-sedang saja dan masih bisa diatasi di daerah, kenapa harus dirujuk ke rumah sakit di Surabaya? itu yang berat bagi kami dan sudah kami sampaikan ke PERSI dan IDI. Semoga segera ada solusi,” pungkasnya. (ita)