Deteksi Patah Tulang Tiga Dimensi
PERISTIWA TEKNOLOGI

Deteksi Patah Tulang Tiga Dimensi

Satu lagi lulusan doctor telah dihasilkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Rika Rokhana, mahasiswa program studi S3 Teknik Elektro.

Rika berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Deteksi Patah Tulang Pipa Menggunakan Sistem Tomografi Ultrasonik Tiga Dimensi dalam sidang terbuka promosi doktor yang digelar di Departemen Teknik Elektro ITS, pekan lalu.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya patah tulang, di antaranya karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penyakit, hingga bencana alam.

Sejauh ini, penanganan pendeteksian patah tulang telah tercukupi dengan menggunakan modalitas sinar X pada peralatan Rontgen atau peralatan CT-scan. Kedua peralatan ini dioperasikan secara non invasif dan dianggap andal dalam menghasilkan citra tulang yang akurat.

Permasalahan timbul saat kedua peralatan tersebut nyatanya dapat memberikan efek radiasi dan ionisasi yang berbahaya, baik bagi pasien maupun tenaga medis yang mengoperasikannya.

Berangkat dari hal itu, Rika berupaya memberikan alternatif yang aman untuk mendeteksi patah tulang, yakni dengan menggunakan modalitas ultrasonic (US) yang tidak menimbulkan bahaya radiasi.

Menurut perempuan kelahiran Kediri, 5 September 1969 tersebut, penelitian ini menggunakan metode sistem tomografi ultrasonik 3D. Sebagai objek penelitiannya, Rika memanfaatkan tulang pipa sapi dan kambing dengan patah buatan pada bagian diafisis.

Patahan tersebut dibuat dengan pola oblique, transverse, dan comminuted. “Pada pola oblique dan transverse lebar patah sebesar 1 milimeter, sedangkan pada pola comminuted lebar patah tidak beraturan,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Rika, dilakukan pemindaian secara freehand dengan bantuan peralatan mekanis agar menghasilkan citra B-mode dua dimensi (2D).

“Citra B-mode ini nantinya akan menggambarkan area tipis permukaan tulang yang memantulkan berkas sinyal US dalam bentuk kumpulan piksel intensitas tinggi,” ungkap perempuan yang juga menyelesaikan pendidikan S1 di Teknik Elektro ITS tersebut.

Selanjutnya, untuk mendeteksi patah dan penentuan lebar patah secara detail, Rika menggunakan model fractbond. Adapun yang dimaksud dengan fractbond adalah sebuah sistem yang dinilai mampu mendapatkan citra tomografi ultrasonik 3D dari citra B-mode 2D.

“Dalam mendeteksi patah tulang pada citra input B-mode 2D inilah dilakukan metode Polynomial Intensity Gradient (PIG),” tutur dosen Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ini.

Pada PIG, tambahnya, perubahan gradient pada kolom median tulang yang melebihi nilai ambang dapat menunjukkan posisi patah tulang terjadi. Metode PIG menghasilkan kesalahan rata rata atau Mean Absolute Error (MAE) sebesar 3,17 persen dalam deteksi lebar patah pada posisi melintang dan MAE sebesar 1,13 persen pada posisi sejajar.

Langkah terakhir, Rika menggunakan kalibrasi posisi citra dengan peralatan Motion Capture (US-MC) dan phantom kabel untuk menentukan posisi citra 2D dalam ketebalan citra 3D. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan matriks kalibrasi yang secara visual telah berhasil mendekati geometri obyek pindai tulang.

“Dengan begitu, sistem tomografi ultrasonik 3D yang dibangun dari matriks kalibrasi mampu menghasilkan jarak antar kolom yang tidak patah sebesar 0,30985 milimeter,” imbuhnya melengkapi.

Rika mengaku, penelitian yang telah berlangsung sejak dirinya menempuh S2 ini memiliki beberapa kendala dalam prosesnya. Kendati demikian, Rika bersyukur dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik berkat bantuan keluarga dan para pembimbing.

Dirinya berharap penelitiannya tersebut dapat bermanfaat dan dapat ia kembangkan lagi. “Penelitian ini merupakan langkah awal, masih banyak yang perlu dibenahi agar menjadi lebih baik” pungkasnya. (ita)