Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Pengurus dan Anggota Real Estate Indonesia (REI), Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), dan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), di Istana Merdeka, Jakarta, awal pekan.
Dalam pengantarnya Presiden Jokowi menyampaikan, bahwa selama 4 tahun terakhir ini pemerintah telah fokus melakukan percepatan pemenuhan kebutuhan perumahan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Sehingga bisa menurunkan backlog (selisih pasokan dan permintaan) rumah yang mencapai angka 11,4 juta.
Pada tahap berikutnya, menurut Presiden, pemerintah akan konsentrasi pada upaya percepatan penyediaan rumah yang layak bagi kurang lebih 945 ribu ASN, 275 ribu prajurit TNI serta 360 ribu anggota Polri.
“Dari percepatan pemenuhan kebutuhan rumah ini kita mengharapkan bisa mendorong dan memberikan multi player effects pada pertumbuhan ekonomi,” kata Presiden Jokowi.
Presiden menjelaskan, capaian program 1 juta rumah juga terus menunjukkan kinerja yang lebih baik dan meningkat.
Ia menunjuk contoh, pada 2015 terbangun 699 ribu, kemudian 2016 sebanyak 805 ribu, 2017 naik menjadi 904 ribu, dan untuk pertama kali di tahun 2018 mencapai 1,1 juta rumah, sehingga total sudah 3,5 juta unit yang telah terbangun.
“Ini akan diteruskan 2019 ini yang kita targetkan 1,25 juta rumah yang dibangun bagi masyarakat,” ungkap Presiden.
Karena itu, Presiden Jokowi mengaku ingin mendengar secara langsung dari REI, APERSI, dan Himperra mengenai terobosan-terobosan yang harus dilakukan dalam 5 tahun ke depan sehingga bisa dicarikan solusi yang konkret.
“Kita harapkan percepatan pembangunan perumahan betul-betul bisa kita realisasikan,” tegas Presiden.
Mendampingi Presiden dalam kesempatan itu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menperin Airlangga Hartarto, Mensesneg Pratikno, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong, dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.
Sementara dari pihak pengembang hadir Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah, dan Ketua Umum Himperra Endang Kawidjaja.
Subsidi Rp 8,6 Triliun
Pemerintah menyetujui permintaan dari tiga asosiasi pengembang perumahan, yaitu REI, APERSI dan Himperra untuk menambah dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang akan habis Agustus ini.
“Tadi kami sampaikan bahwa untuk sampai di akhir tahun sebenarnya kita membutuhkan hampir 130 unit rumah FLPP yang perlu dana subsidinya. Akan tetapi kementerian PUPR sudah mengajukan ke Menteri Keuangan untuk unit hampir 80 ribu yaitu sebesar Rp8,6 triliun,” kata Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata.
Menurut Soelaeman, tambahan dana subsidi sebesar Rp8,6 triliun yang akan cair minggu depan atau maksimal 2 minggu ke depan itu cukup untuk bisa mengambil nafas sampai November.
“Tentu ini adalah sebuah angin segar untuk para konsumen yang sudah mendambakan masuk ke rumah karena dengan KPR teman-teman semua juga bisa merealisasikan KPR nya bagi konsumen-konsumen di seluruh Indonesia,” sambung Soelaeman.
Menurut Ketua Umum REI itu, REI telah membangun rumah subsidi sebayak 400 ribu unit, Himperra 60 ribu, dan APERSI 150 ribu. Sehingga kontribusi ketiga asosiasi itu secara keseluruhan sudah hampir 65% dari program sejuta rumah.
“Sehingga tadi kami sampaikan kepada Bapak Presiden bahwa ini adalah kontribusi/peran kita swasta dalam membangun program rumah rakyat. Dan beliau sangat apresiasi terhadap kinerja para swasta ini,” kata Soelaeman.
Mengenai usulan yang diajukan oleh ketiga asosiasi dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi itu, menurut Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata, pihaknya memohon bagaimana caranya supaya industri properti ini cepat keluar dari krisis. Untuk itu, merekamengusulkan beberapa hal terutama di kebijakan mengenai perpajakan.
“Kita berharap pemerintah tidak ada kebijakan baru di sektor perpajakan. Jadi tidak ada pajak progresif, tidak ada pajak laba ditahan, dan pajak PPH tetap final,” ungkap Soelaeman.
Ditambahkan, dengan demikian secara psikologis akan membuat industri properti dan para pengembang bisa bekerja lebih tenang, karena tidak ada perubahan-perubahan strategi dan kebijakan di perusahaannya.
Menurut Soelaeman, Presiden Jokowi sangat concern sekali mengenai perizinan supaya industri properti terutama pengembang-pengembang ini bisa bekerja lebih cepat dan lebih tenang.
Ia menyebutkan, kalau melihat numerik dari angka-angka seperti bunga bank, dan lain-lain ini sebenarnya jauh lebih rendah dari pada saat booming properti 1994, tapi industri properti dengan numerik suku bunga yang rendah ini masih belum bergerak berarti ada hambatan psikologis.
“Hambatan psikologisnya kami sampaikan tadi bahwa kebijakan-kebijakan yang sifatnya bisa mengubah strategi pengembang menjadi menahan diri itu sebaiknya ditiadakan,” terang Soelaeman. (sak)