Fraksi-fraksi di DPR RI menyetujui usulan pemerintah menaikkan batas usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun. UU lama mengatur untuk wanita minimal 16 tahun.
Persetujuan tersebut disampaikan fraksi-fraksi DPR RI dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Perkawinan dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise beserta jajaran di Ruang Rapat Badan Legislasi DPR RI, Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Kamis (12/9).
Menteri PPPA Yohana Yembise merasa sangat bersyukur dan lega menyambut hasil putusan tersebut.
Keputusan ini menurutnya memang sangat ditunggu masyarakat Indonesia, untuk menyelamatkan anak dari praktik perkawinan anak yang sangat merugikan baik bagi anak, keluarga maupun negara.
“Ini adalah buah manis dari perjuangan dan kerja keras kita bersama. Selama 45 tahun, akhirnya terjadi perubahan UU perkawinan demi memperjuangkan masa depan anak-anak Indonesia sebagai SDM Unggul dan Generasi Emas Indonesia 2045,” kata Yohana.
Atas nama pemerintah, Menteri PPPA sangat mendukung agar RUU Perkawinan dapat segera dibahas dalam pembicaraan tingkat dua serta segera disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna, maksimal September ini. Hal ini merupakan permohonannya mewakili suara anak-anak Indonesia.
“Pertimbangan batas usia 19 tahun ditetapkan karena anak dinilai telah matang jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan secara baik, tanpa berakhir pada perceraian serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas,” Yohana.
Menteri PPPA Yihana Yembise berharap kenaikan batas usia minimal perkawinan ini dapat menurunkan resiko kematian ibu dan anak, serta memenuhi hak-hak anak demi mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
Pertimbangan untuk menaikkan batas usia tersebut, lanjut Yohana, juga telah dijelaskan dalam naskah akademik yang disusun Kementerian PPPA bersama 18 kementerian/lembaga dan lebih dari 65 lembaga masyarakat pada Juni 2019.
Pertimbangan dihasilkan melalui berbagai kajian teoritik, praktek empiris, serta kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru.
Rapat pembahasan RUU ini dilaksanakan untuk menindaklanjuti Surat Presiden tanggal 6 September 2019 yang dikirimkan kepada Ketua DPR RI, agar melakukan penyempurnaan UU Perkawinan.
Melalui perubahan UU Perkawinan dengan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor 22/PUU-XV/2017 yang merevisi Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yaitu “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.”
Adapun kesimpulan dari pembahasan RUU Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang disepakati dalam Rapat PANJA, berkaitan dengan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (4), antara lain yaitu : Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). (sak)