Unair Kukuhkan Tiga Guru Besar Baru
KOMUNITAS PERISTIWA

Unair Kukuhkan Tiga Guru Besar Baru

Tiga guru besar (gubes) baru Universitas Airlangga resmi dikukuhkan Rektor Unair. Tiga gubes baru itu masing-masing dari Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Hewan, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Mereka adalah Prof Dr Ernie Maduratna Setiawatie drg MKes SpPerio(K), guru besar bidang ilmu periodensia Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Prof Dr Widjiati drh MSi, guru besar ilmu embriologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Prof Dr Raditya Sukmana SE MA, bidang ilmu ekonomi islam Fakultas Ekonomi Bisnis.

Dalam sambutannya, Prof Dr Muhammad Nasih SE MT AK CMA di Aula Garuda Mukti, Sabtu (22/6) mengatakan bahwa dari tiga misi guru besar yang baru saja dikukuhkan ini sebenarnya hanya bermuara pada satu yakni meningkatkan kesejahteraan umat.

Sehingga, penelitian maupun produk yang telah dihasilkan dapat diimplementasikan dan digunakan sebaik-baiknya. Yang pada akhirnya ketiga gubes mampu memberikan kontribusi nyata terhadap almamater, juga Indonesia.

“Ketiga gubes ini diharapkan terus meningkatkan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak cepat bosan. Sehingga mampu menciptakan produk-produk yang lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat,” ujarnya.

Atas pengukuhan itu, lanjut Prof Nasih, diharapkan para guru besar mampu mengemban amanah sebaik-baiknya. Paling tidak produk-produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang sudah terkenal lebih dulu.

“Tentu kita berharap penelitian dan riset selanjutnya akan dapat meningkat. Publikasinya juga akan meningkat,” ucap rektor. “UNAIR harus terus berpacu dalam memenuhi perkembangan zaman. Berkontribusi pada pembangunan dan bermanfaat bagi umat manusia,” tambahnya.

Gagasan Guru Besar

Sebagai guru besar pertama yang memaparkan orasi, Prof Ernie menyampaikan orasi yang bekaitan dengan kajian periodonsia.

Menurut dia, Periodonsia merupakan penyakit yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan penyangga gigi. Sehingga menimbulkan kerusakan yang bersifat terus menerus pada jaringan gusi, tulang dan jaringan lain yang ada di gigi.

“Penyakit periodontal dapat dicegah dan dalam banyak kasus dapat diobati dengan mudah, maka perlu disosialisasikan upaya pencegahan penyakit periodontal pada seluruh masyarakat Indonesia sebagai upaya pencegahan menurunkan faktor risiko penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, stroke, bayi lahir premature, Rheumatoid Arthritis dan penyakit sistemik lainnya,” pungkasnya.

Menurut Prof Ernie, di era revolusi industry 4.0, teknologi dapat diterapkan di bidang ilmu penyakit periodontal dengan mengeksplorasi potensi telemedicine. Yaitu suatu pemantauan dan pengobatan pasien jarak jauh melalui sensor yang tersambung ke internet.

Diharapkan bahwa teknologi telemedicine akan sangat bermanfaat dalam pengobatan penyakit periodontitis kronis yang dihubungkan dengan penyakit sistemik. Dengan kemajuan teknologi, ke depan dapat dimungkinkan periodontist dapat menerima cek-up medis rujukan dari dokter gigi di lokasi terpencil.

Selanjutnya, paparan disampaikan oleh Prof Widjiati. Guru besar aktif Fakultas Kedokteran Hewan ke-28. Data riset yang dihasilkan menunjukkan bahwa pertumbuhan ternak sapi di Indonesia berjalan lambat dari tahun ke tahun.

Hal itu menyebabkan pemerintah mengimpor daging dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat.

“Sudah saatnya memikirkan teknologi reproduksi berbantu lainnya selain inseminasi buatan untuk mengatasi lambatnya pertumbuhan populasi ternak,” ungkapnya.

Untuk meningkatkan program TE, diperlukan stok embrio. Stok embrio akan mampu menopang keberhasilan TE yang berdampak pada kebuntingan ternak sapi.

Hal itu tidak lagi bergantung pada hasil kawin secara alami atau kawin suntik, tetapi dapat melalui TE. Embrio dapat dihasilkan secara in vivo maupun in vitro.

Menurutnya, embrio sapi yang diproduksi secara in vitro memegang peran penting untuk meningkatkan produktivitas ternak. Melalui produksi embrio in vitro dapat melakukan seleksi genetik, sehingga memungkinkan untuk mempertahankan genetika yang unggul.

Teknologi ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki infertilitas yang tidak dapat menghasilkan kebuntingan ternak sapi.

Terakhir, orasi disampaikan oleh Prof Raditya Sukmana. Ia menyampaikan bahwa kini wakaf telah mengalami ekspansi di berbagai sektor, seperti wakaf pada bank syariah, pasar saham, dan takaful.

Wakaf bukan sekedar “kelembagaan religius” yang hanya mengurusi hal-hal keagamaan ritual, melainkan dapat menjadi “kelembagaan sosio-eknomi” apabila perannya dioptimalkan.

Pengelolaan wakaf seharusnya dapat dikembalikan pada khittahnya, yakni pengelolaan secara produktif dengan mengupayakan adanya nilai tambah ekonomi di samping mempertahankan kekekalan pokok aset wakaf dan manfaatnya.

Optimalisasi peran wakaf bagi pembangunan bangsa diharapkan dapat mengacu pada konsep faith-based impact investing di tengah iklim IR 4.0 yang berinovasi dengan kehadiran platform digital. Salah satunya melalui penggunaan blockchain.

Pengelolaan wakaf produktif dengan menggunakan Blockchain memungkinkan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan wakaf dari dua sisi.

Pertama, jika wakif dan nazhir (pihak yang menerima harta benda) terhubung pada suatu sistem Blockchain, maka transaksi donasi wakaf dapat dilakukan dengan simultan secara digital dan transparansi.

Kedua, apabila wakaf berbasis Blockchain dapat menjangkau nazhir wakaf global, maka sangat mungkin wakif dari suatu negara untuk berwakaf di negara lain, utamanya negara yang membutuhkan pendanaan pembangunan. Hal ini dapat mewujudkan dampak pengelolaan wakaf produktif yang bersifat inklusif pada skala global. (ita)