Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak para santri dan seluruh warga yang memiliki hak pilih untuk datang berbondong-bondong ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April mendatang.
“Partisipasi pemilih harus setinggi-tingginya sehingga pesta demokrasi yang menghabiskan uang triliunan ini betul-betul ada manfaatnya bagi negara kita, dan kita memperoleh pemimpin yang kita inginkan baik di Pileg (Pemilihan Legislatif) maupun di Pilpres (Pemilihan Presiden),” kata Presiden Jokowi saat menghadiri Silaturrahim Alim Ulama dalam Memperingati Hari Lahirnya (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU), di GOR Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salafi Asri, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Sabtu (23/3) sore.
Kepala Negara menekankan, jangan sampai kita biarkan satu orang pun golput (golongan putih/tidak gunakan hak pilih) karena Pemilu ini dibiayai dengan uang yang sangat besar.
“Kita harus menyadarkan yang namanya Golput agar berubah menjadi tidak Golput dan mau untuk pergi ke TPS,” tutur Presiden.
Sebelumnya terkait penyelenggaraan Pemilu itu, Presiden Jokowi mengajak para ulama peserta Silaturahim Alim Ulama untuk kabar fitnah, kabar bohong, hoaks yang banyak bertebaran di media sosial maupun dari rumah ke rumah.
Diakui Presiden, sudah terlalu lama kita mendiamkan, banyak pasif mendiamkan penyebaran isu-isu itu. Oleh sebab itu, lanjut Presiden, sudah saatnya kita respon dan kita lawan bersama-sama dengan meluruskan hal-hal yang tidak betul.
Presiden menunjuk contoh, sudah 3-4 minggu ini informasi yang diterimanya, kabar-kabar sampai ke bawah dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah, misalnya pendidikan agama akan dihapus, kemudian juga akan ada larangan azan, akan dilegalkan, diperbolehkan perkawinan sejenis, dan akan dilegalkan perzinaan.
“Ini sesuatu yang tidak nalar, tidak masuk logika tapi masyarakat percaya. Ini hati-hati,” tegas Presiden Jokowi.
Kepala Negara menegaskan, siapapun Presidennya nggak mungkin berani melakukan itu, karena negara kita ini adalah negara terbesar, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang penuh dengan norma-norma agama, nilai-nilai agama, norma-norma etika, nilai-nilai tata krama.
“Enggak mungkin. Tapi ini harus dijelaskan kepada masyarakat bahwa ini adalah tidak benar. Kalau kita diam dan kita tahu, kita tidak meluruskan maka akan semakin menjadi-jadi,” seru Kepala Negara.
Menurut Kepala Negara, tugas kita sampai nanti tanggal 17 itu meluruskan hal-hal seperti itu. Ia mengingatkan, ini berbahaya sekali baik untuk negara, baik untuk pesta demokrasi di tanggal 17 April 2019.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Seskab Pramono Anung, Menteri PUPR Basuki Hadi Muljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Yenny Wahid, para ulama, kiai sepuh, dan jajaran pengurus NU. (sak)