Penguasaan 51% saham PT. Freeport Indonesia (PTFI) merupakan salah satu prestasi yang telah diperjuangkan oleh Pemerintah Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemerintah Daerah Papua patut berbangga, sejak September 2018, Indonesia memegang saham lebih banyak di PTFI.
Dalam Kuliah Satu Jam di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian ESDM, Jakarta, beberapa waktu lalu , Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menyampaikan dampak jangka panjang divestasi tersebut untuk Indonesia.
Beralihnya mayoritas saham PTFI kepada PT. Inalum, akan memberikan dampak positif yaitu kelangsungan operasi PTFI dan aspek sosial, ekonomi di Papua, pendapatan meningkat, terciptanya multiplier effect dari pengembangan smelter dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta adanya transfer teknologi pertambangan.
“Perpanjangan izin usaha ini diharapkan membawa kemajuan ekonomi Indonesia menjadi lebih meningkat lagi. Dari penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak (PNBP) hingga pemanfaatan smelter secara maksimal yang memberikan lapangan pekerjaan bagi putra daerah Papua,” ungkap Bambang.
“Melalui pengembangan smelter, ada nilai tambah yang bisa didapatkan, dampak positifnya baru bisa dirasakan beberapa tahun mendatang,” jelas Bambang.
Misalnya, saat ini PTFI hanya mengekspor dan menghasilkan konsentrat, melalui pembangunan smelter, produk yang dihasilkan bisa lebih beragam seperti emas batangan atau timah, nilainya jauh lebih besar. Lapangan pekerjaan pun akan otomatis terbuka bagi masyarakat Papua.
Bambang juga memaparkan perjalanan pergantian izin PT. Freeport dari Kontrak Kerja (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sekarang ini.
“Prosesnya panjang sekali, alot sekali untuk mengubah KK menjadi IUPK. Kita inginnya menjadi IUPK, kalau nggak jadi IUPK, anda nggak boleh ekspor,” cerita Bambang mengenang panjangnya proses perubahan izin tambang Gresberg tersebut.
Selain perubahan izin, sebelum perpanjangan diberikan, PTFI memiliki kesepakatan pokok dengan pemerintah. Kesepakatan ini adalah kewajiban PT. Freeport antara lain, melaksanakan pembangunan Smelter dalam kurun waktu paling lambat 5 (lima) tahun.
Kemudian melaksanakan divestasi saham PTFI sebesar 51% kepada peserta Indonesia dan stabilitas penerimaan negara dalam IUPK secara agregat lebih besar dibanding penerimaan negara dalam KK. “Jadi semuanya ini untuk kesejahteraan rakyat,” Bambang menekankan.
Dengan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991 dengan masa berlaku hingga 2021 pun dilakukan sebagai komitmen negara saat menandatangani kerjasama tahun 1967. PTFI pun mendapat jaminan fiskal dan regulasi. “Divestasi lima puluh satu persen saham ini merupakan keberhasilan tersendiri,” tandas Bambang.
Secara rinci kepemilikan saham 51,23% tersebut terdiri dari 41,23% untuk INALUM dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60% sahamnya akan dimiliki oleh INALUM dan 40% oleh BUMD Papua. (ist)