Alat Pengering Cabai Inovatif
TEKNOLOGI

Alat Pengering Cabai Inovatif

Karya inovatif kembali diciptakan oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Ialah I Gede Angga Karuniawan, mahasiswa Departemen Fisika Fakultas Sains yang berhasil merancang alat pengering cabai inovatif sebagai proyek Tugas Akhir (TA) untuk meraih gelar sarjana.

Untuk karyanya tersebut, mahasiswa yang biasa disapa Gede ini menggunakan teknologi vacuum drying sebagai alat untuk menurunkan kadar air dalam cabai. Pascapanen, pengeringan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas cabai.

Namun, banyak petani yang kesulitan dalam mengurangi kadar air cabai, di mana sebagian besar masih mengandalkan matahari. “Sehingga saat cuaca mendung, petani kesulitan untuk mengeringkan cabai,” ujar mahasiswa angkatan 2013 ini.

Oleh karena itu, Gede merancang alat pengering cabai dengan memanfaatkan tekanan vakum. Dengan tujuan, alat tersebut dapat mengeringkan tanpa mengurangi kandungan dan mengubah struktur cabai. Ide tersebut berasal dari hasil diskusi bersama dosen pembimbingnya, Drs Bachtera Indarto MSi dan Drs Hasto Sunarno MSc.

Menurut Gede, tidak seperti pengering lain yang menggunakan pemanas dalam mesin vakumnya, alatnya ini tidak menggunakan pemanas dalam alatnya. Selain biaya yang dikeluarkan cukup banyak, pemanas juga bisa membuat cabai terlalu kering. “Ditakutkan nanti dapat merusak sel cabainya,” jelas pria berkacamata ini.

Untuk cara kerjanya sendiri, yaitu dengan memasukkan cabai ke dalam ruang vakum, di mana tekanan dalam ruang tersebut sebesar 80 kilo Pascal (kPa).

Di sana cabai dihisap selama tiga menit, lalu dikeluarkan dari ruang vakum untuk ditimbang beratnya secara manual. Hal tersebut dilakukan selama satu jam, dengan rentang waktu selang tiga menit selalu ditimbang.

Gede juga pernah mencoba mengeringkan di tekanan 70 dan 75 kPa. “Di tekanan segitu masih bisa sebenarnya, cuma membutuhkan waktu yang lebih lama akhirnya,” terang pria yang pernah menjadi kru di ITS TV ini.

Dalam pembuatan alat tersebut, pria asal Surabaya ini mengaku membiayai sendiri. Proses pembuatannya memakan waktu sekitar satu bulan. “Meski sempat ada kendala, seperti tidak boleh ada kebocoran ruang karena berhubungan dengan tekanan vakum, tapi syukurlah dapat menyelesaikannya,” tuturnya.

Dikatakan Gede, saat ini alat tersebut masih dalam percobaan dan kajian lagi, karena masih memerlukan pembenahan. “Saya harap alat tersebut dapat berkembang dan bermanfaat, apalagi untuk masyarakat pertanian,” pungkasnya. (ita)