Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak meyakini bahwa persatuan dan kesatuan yang telah memperkuat kebangsaan tidak bisa dibangun tanpa adanya rasa empati. Hal ini dikarenakan dalam empati ada kepekaan untuk membangun komunikasi yang lebih baik.
Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri Dialog Kebangsaan Seri VIII dengan tema ‘Mengokohkan Kebangsaan: Meneladani Patriotisme Arek Surabaya Bagi Indonesia Emas 2045’ di Stasiun Besar Surabaya Gubeng, Kamis (21/2).
Emil, begitu ia akrab disapa, lantas bercerita ketika tahun 2017 mengikuti fellowship ke Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat.
Dimana dalam fellowship itu ia diajarkan tentang empati. Ditambah ada sebuah kepercayaan bahwa kreatifitas masa depan bukan dibangun dari kreatifitas individual, tapi dari co-creation.
“Disana kami diajarkan mendesain ulang subway di Boston untuk penyandang disabilitas, dan kami disana mencoba jadi penyandang disabilitas menggunakan tongkat atau kursi roda. Nilai-nilai ini yang kemudian bisa kita petik bahwa rasa kebangsaan tidak bisa muncul tanpa adanya empati, dan empati ini yang akan kita bangun bersama,” katanya.
Selain menumbuhkan empati, lanjutnya, memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bisa dilakukan dengan membangun ruang publik sehingga komunikasi terjalin dengan baik.
Apalagi ia meyakini Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, adalah tokoh bangsa yang berpengalaman membawa bangsa ini dalam mempererat persatuan dan kesatuan, serta memiliki sejarah panjang dalam menjaga kebersamaan.
“Kami juga memiliki program Jatim Harmoni dalam Nawa Bhakti Satya yang membuka ruang bagi seniman dan atlet untuk memainkan peran teladan di masyarakat. Bila nilai humanistik ini dibangun dan kita berbicara soal alam dan budaya, saya yakin tidak ada sekat karena kepentingan kita sama dan kita bisa lebih bersatu,” katanya.
Terkait acara ini, Emil mengapresiasi atas dilaksanakannya Gerakan Suluh Kebangsaan yang dilandasi keprihatinan atas apa yang berpotensi mempengaruhi soliditas Bangsa Indonesia.
Apalagi saat ini, sebut Emil, era persaingan industri yang ketat memunculkan paradigma baru dalam perdagangan dunia. Dimana negara Asia Tenggara dan Asia Selatan berebut relokasi industri dari China.
“Di tengah perang dagang saat ini, sangat tidak tepat bila kita bertengkar dalam negara sendiri, maka inisiatif yang digagas Prof Mahfud ini sangat baik menurut saya,” katanya.
Emil juga berharap dialog kebangsaan ini menjadi momen dalam menggugah semangat kebangsaan generasi muda penerus bangsa. Apalagi gerakan ini dimulai dari Merak, Banten sampai Banyuwangi.
“Bahwa pembangunan tujuannya mempersatukan, bukan hanya sekedar mencetak uang atau mengisi uang, tapi pembangunan infrastruktur untuk menyatukan bangsa. Kita harus berjuang keras membuat infrastruktur itu berkelanjutan,” katanya.
Emil lantas mengutip apa yang disampaikan Gubernur Khofifah, bahwa Jatim adalah mata air bangsa dengan sejarah panjang Sumpah Palapa menyatukan nusantara. Tidak hanya itu, banyak tokoh bangsa berasal dari Jatim seperti HOS Cokroaminoto, Ir Soekarno dan KH Hasyim Azhari.
“Atas nama Pemprov Jatim saya menyampaikan terima kasih acara ini bisa dilakukan di Jatim, semoga bangsa kita bisa melalui proses demokrasi ini dengan baik, kepala dingin dan menghasilkan kepemimpinan nasional serta mampu menjaga momentum yang kita capai selama ini,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Prof Dr Mohammad Mahfud MD mengatakan, Gerakan Suluh Kebangsaan lahir karena rasa prihatin dan khawatir terhadap perkembangan situasi politik belakangan ini, terutama menjelang pemilu. Dimana ada pengelompokan menajamen ditandai dengan saling serang secara tidak etis, serta berkembangnya hoax secara terus menerus.
“Hoax ini gerakan pengacau pemilu karena sudah diberitahu salah, tapi dikembangkan terus. Hoax ini menyebarkan informasi sesat yang semakin dijelaskan bahwa itu sesat, semakin dikembangkan,” katanya.
Selain mencegah berkembangnya hoax, lanjutnya, Gerakan Suluh Kebangsaan juga mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya atau menghindari golput, karena akan merugikan kebaikan.
“Kalau semua menggunakan hak pilihnya, maka pilihlah yang lebih baik dari yang baik. Yang dipilih rakyat itulah pemimpin kita. Kami disini tidak mengkampanyekan siapapun,” jelasnya.
Menurutnya, Gerakan Suluh Kebangsaan ini digagas antara lain oleh Buya Syafi’i Ma’arif, Gus Mustofa Bisri, Kyai Habib Lutfi, Sinta Nuriyah Wahid, Kardinal Darmaatmadja dan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengapresiasi Gerakan Suluh Kebangsaan ini, apalagi dilakukan secara berantai dengan menggunakan moda transportasi kereta api.
“Ini menandakan ada suatu kegundahan yang direspon dengan cara yang sejuk dan berusaha memberikan satu saluran pikiran bagi semua pihak. Terbukti ulama hadir disini. Ulama memberikan kesejukan bagi kita semua, ini gerakan positif yang tentunya akan kita lakukan demi kecintaan kita pada tanah air,” katanya. (ita)