Dinamisnya ekonomi global sepanjang tahun 2018 menjadi berkah (windfall) tersendiri bagi investasi sektor ESDM terutama kenaikan harga minyak dunia. Nilai investasi ESDM pada periode tahun lalu kembali menggeliat di angka USD 32,2 miliar dari tahun 2017 yang hanya USD 27,5 miliar.
“Investasi sektor ESDM sesuai laporan yang kami terima tahun 2018 itu mencapai USD 32,2 miliar. Ini lebih baik dibanding 2017 sebesar USD 27,5 miliar. Angkanya dari 2015-2018 itu kurang lebih hampir menyamai investasi di sektor ESDM di 2015 yaitu USD 32,3 miliar,” ungkap Menteri ESDM Ignasius Jonan di hadapan awak media di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (4/1).
Geliat investasi ini tak lepas dari imbas merangkaknya Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil/ICP) dari awal Januari hingga Oktober 2018. Pada bulan tersebut, ICP sempat menyentuh level USD 77,5 per barel sebelum akhirnya turun kembali di bulan berikutnya, yaitu USD 62,9/barel.
Kondisi ini turut mempengaruhi investasi sektor Migas di tahun 2018 dengan memperoleh nilai sebesar USD 12,5 miliar disusul kemudian minerba (USD 11,3 miliar), listrik (USD 6,8 miliar) dan EBTKE (USD 1,6 miliar).
Sementara itu, Pemerintah telah melakukan mitigasi kebijakan yang tepat guna agar gejolak ekonomi global yang menekan harga minyak dunia tidak mempengaruhi daya beli masyarakat.
Salah satu hal penting yang diantisipasi adalah komitmen Pemerintah tidak menjaga tarif listrik dan BBM agar terjangkau oleh semua masyarakat hingga akhir tahun 2019 ini.
“Yang penting adalah pemerintah tetap berkomitmen untuk tarif listrik itu kan dievaluasi tiap tiga bulan. Tapi sampai akhir tahun diharapkan tidak ada perubahan tarif listrik. Juga harga BBM sampai sekarang untuk premium atau gasoline 88, dan gasoil C48 itu kira-kira pertimbangan untuk (tidak ada) kenaikan harga,” tegas Jonan.
Sementara itu, target investasi sektor ESDM di tahun 2019 ditetapkan sebesar USD 33,34 miliar, turun dari target di 2018 yang sebesar USD 37,2 miliar.
Apalagi mengingat tekanan harga minyak dunia dalam dua bulan terakhir mengalami penurunan. Sebagaimana terjadi pada bulan Desember 2018 lalu, melimpahnya produksi minyak mentah dunia sesuai laporan dari publikasi International Energy Agency (IEA) dan OPEC bulan Desember 2018.
Rata-rata produksi minyak mentah OPEC di bulan November 2018 mengalami peningkatan sebesar 100 ribu barel per hari dibandingkan bulan sebelumnya dan proyeksi pasokan minyak mentah negara-negara Non-OPEC di kuartal 4 2018 meningkat sebesar 180 hingga 400 ribu barel per hari menjadi 61,2 juta barel per hari dibandingkan proyeksi bulan sebelumnya.
Belum lagi ditambah kekhawatiran pasar atas melemahnya perekonomian global akibat eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta ketidakpastian Brexit yang dapat membebani perekonomian Eropa.
Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Melemahnya perekonomian China yang diindikasikan dengan lemahnya pertumbuhan penjualan ritel dan lemahnya pertumbuhan output industri.
2. Lemahnya permintaan minyak mentah jenis direct burning dari Jepang akibat penggunaan bahan bakar pengganti dan kondisi cuaca yang lebih hangat dibandingkan tahun sebelumnya.
Faktor-faktor diatas mengakibatkan ICP pada bulan Desember 2018 mencapai USD 54,81 per barel, turun sebesar USD 8,17 per barel dari USD 62,98 per barel pada bulan November 2018.
Sementara rata-rata ICP SLC pada bulan Desember 2018 mencapai USD 55,63 per barel, turun sebesar USD 8,30 per barel dari USD 63,93 per barel pada bulan sebelumnya.
Selengkapnya perkembangan harga rata-rata minyak mentah utama di pasar internasional pada bulan Desember 2018 dibandingkan November 2018 sebagai berikut :
– Dated Brent turun sebesar USD 7,35 per barel dari USD 64,74 per barel menjadi USD 57,39 per barel. – WTI (Nymex) turun sebesar USD 7,71 per barel dari USD 56,69 per barel menjadi USD 48,98 per barel. – Basket OPEC turun sebesar USD 6,88 per barel dari USD 65,33 per barel menjadi USD 58,45 per barel. – Brent (ICE) turun sebesar USD 8,28 per barel dari USD 65,95 per barel menjadi USD 57,67 per barel. (sak)