Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang juga menjabat sebagai Komandan Satuan Tugas Pemberantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) menyampaikan sejumlah hasil kinerja Satgas 115 sejak pertengahan tahun 2017 hingga November 2018.
Ia menyebut, Satgas 115 telah menangani 134 kasus illegal fishing, dimana 41 kasus telah mendapatkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Di mana dari hasil capaian kita sudah sangat baik. Dengan membuktikan penangkapan kapal ikan asing ini maka makin hari makin meningkat kinerjanya. Kita berharap tidak bertambah lagi (kapal illegal fishing), malah tidak ada lagi yang harus kita tangkap. Tapi rupanya begitu musim angin baik, musim ikan datang, masih ada yang mencoba beberapa kali,” ungkap Menteri Susi dalam gelaran konferensi pers di Jakarta pekan lalu.
Selain itu, Satgas 115 juga menangkap setidaknya 633 kapal pelaku illegal fishing (oleh unsur Satgas 115, terhitung sejak Januari 2017 – Oktober 2018).
Baik yang berbendera asing maupun berbendera Indonesia dengan komposisi 366 kapal ikan berbendera Indonesia dan 267 kapal ikan asing dan 488 kapal pelaku illegal fishing telah ditenggelamkan.
“Sebanyak 488 kapal pelaku illegal fishing telah ditenggelamkan berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan,” tutur Menteri Susi.
Kemudian Satgas 115 juga melakukan operasi pembersihan rumpon ilegal dan menemukan 60 rumpon ilegal di Laut Seram. Dimana indikasi data satelit terakhir, total rumpon di perairan Indonesia ini sudah luar biasa banyak mencapai lebih dari 10 ribu.
“Ini merupakan persoalan besar. Dengan rumpon ini, mereka mengumpulkan ikan-ikan untuk berkeliaran di wilayah ujung dari EEZ kita, sehingga mereka nyurinya dekat dari perairan kita. Ini persoalan besar,” kata Susi.
“Merusak ekologi, mengurangi menepinya ikan-ikan di batas perairan kita. Walaupun betul sekarang ikan sudah banyak. Tapi alangkah lebih bagus lagi kalau kita bisa mengangkat rumpon yang dipasang oleh asing,” tambahnya.
Satgas 115 juga telah berhasil menangkap kapal STS-50 yang merupakan buronan internaisonal karena melakukan kejahatan perikanan di berbagai negara. Satgas 115 telah membentuk working group yang terdiri dari beberapa negara untuk menindaklanjuti temuan-temuan dari investigasi kapal FV. STS-50.
Working group ini diinisiasi melalui Regional Investigative and Analytical Case Meeting (RIACM) yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 4 – 5 Juli 2018.
“Kemudian kapal STS-50 juga telah selesai. Saat ini kita sedang menunggu permohonan untuk dikabulkan oleh Menteri Keuangan. Dimana kapal STS 50 ini akan kita gunakan sebagai alat kampanye anti IUUF keliling di seluruh pelabuhan-pelabuhan Indonesia,” tambahnya.
Satgas 115 juga telah menemukan modus operandi illegal fishing seperti penggunaan flag of convenience oleh beneficiary owner yang berada dalam negara lain, false calim bendera melalui pemalsuan dokumen certificate of registry, pengerekrutan ABK dari negara lain tanpa dokumen perizinan yang lengkap, hingga fraud landing (tidak mendeklarasikan/melaporkan jenis dan jumlah ikan dengan benar).
Adapun di sektor penerimaan pajak, pemerintah telah menerima pajak sektor perikanan tangkap sebesar Rp 232 miliar. Dari Rp 850,1miliar pada tahun 2016 menjadi Rp1,082 milyar pada tahun 2017. Penerimaan pajak sektor perikanan tahun 2017 ini merupakan yang terbesar dalam 5 tahun terakhir.
“Jadi kemarin itu laporannya banyak yang under value. Karena laporannya banyak yang under value, potensi pajaknya juga jadi rendah. Nah karena kemarin kita paksa, yasudah mereka perbaiki, walaupun saya lihat masih dengan sebelah mata. Perbaikannya juga cuma sedikit-sedikit. Tapi saya harap nanti tahun depan dikencengin lagi. Kalau mau diperpanjang (izin), ya mereka harus jujur lagi,” tukas Susi.
Dalam hal kerjasama dan advokasi internasional, Satgas 115 juga telah mengkampanyekan pengakuan kejahatan perikanan lintas negara yang terorganisir di berbagai forum internasional. Mulai The 3rd International Symposium on Fisheries Crime di Wina, Austria; hingga pertemuan High-Level Panel for A Sustainable Ocean Economy di Oslo, Norwegia.
Satgas 115 juga bekerjasama dengan INTERPOL dan negara-negara lain secara bilateral dan multilateral untuk meningkatkan kemampuan pendeteksian dan penanganan kasus, seperti kasus FV. Viking, FV. Hua Li 8, dan STS-50.
Satgas 115 merupakan salah satu contoh penegakan hukum satu atap yang memudahkan kelancaran koordinasi antar lembaga pemerintah terutama lembaga penegak hukum. Pola penegakan hukum satu atap ini memudahkan penerapan multi-rezim hukum.
Kedepan, diharapkan Satgas 115 dapat mempertahankan capaian yang telah ada dan menuntaskan pekerjaan yang belum selesai sesuai dengan arahan Presiden Jokowi dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. (sak)