Olah Limbah Beracun Ramah Lingkungan
KESEHATAN PERISTIWA

Olah Limbah Beracun Ramah Lingkungan

Keberadaan industri elektroplating atau penyepuhan kerap menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan maupun makhluk hidup lain.

Terlebih, jika limbah tersebut mengandung logam berat seperti Kromium 6. Beranjak dari kondisi itu, tiga mahasiswa dari Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil mengubah logam Kromium 6 menjadi logam yang lebih ramah lingkungan.

Ketiga mahasiswa tersebut ialah Wulan Aulia, Rahadian Abdul Rachman dan Ulva Tri Ita Martia. Menurut Wulan Aulia selaku ketua tim, penggunaan logam kromium saat ini banyak digunakan dalam industri elektroplating untuk menghindari terjadinya korosi. Banyaknya penggunaan logam kromium ini lantas akan berdampak buruk jika limbahnya tidak diolah dengan baik.

“Dampaknya seperti menyebabkan mutagen pada manusia serta proses pertumbuhan tanaman di sekitar pembuangan limbah akan terhambat,” jelasnya.

Oleh karenanya, lanjut Wulan, agar limbah dari logam kromium 6 tidak lagi berbahaya, timnya mereduksinya menjadi logam kromium 3 dengan sistem Microbial Full Cell(MFC). “Prinsip kerjanya yaitu logam kromium direduksi terlebih dahulu kemudian dilakukan absorbsi,” paparnya lebih lanjut.

Pereduksian menjadi logam kromium 3, kata Wulan, dinilai memiliki toksisitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kromium 6. Sedangkan untuk ukurannya sendiri, kromium 3 memiliki ukuran molekul yang lebih kecil.

“Ukuran molekul yang kecil ini akan membantu pada proses penyerapan saat limbah kromium 6 tidak dapat tereduksi,” ujarnya.

Dalam hal ini, imbuh Wulan, timnya menggunakan material adsorbsi Zeolit Y untuk menyerap limbah dari logam kromium 6 yang tak tereduksi. “Permukaan sisi aktif dari Zeolit Y yang luas akan meningkatkan kinerja dari penyerapan limbah logam kromium 6,” terangnya lagi.

Mekanismenya dimulai dari menambahkan sumber bakteri Saccharomyces cerevisiae pada kutub anoda sistem reaktor. Kemudian, elektron yang dihasilkan akan bergerak menuju kutub katoda. “Pada kutub katoda ini, limbah kromium 6 yang terkumpul akan diserap oleh Zeolit Y,” tuturnya.

Dalam prosesnya, ungkap Wulan, variasi waktu penyerapan dilakukan setiap selang 15 menit hingga dua jam. Di setiap menitnya, dilakukan pengukuran kadar logam kromium yang telah terserap oleh Zeolit Y.

Mahasiswa asal Madiun ini menambahkan, jika penelitiannya tidak hanya diperuntukkan logam kromium. “Reduksi juga bisa dilakukan untuk logam yang memiliki toksisitas tinggi seperti timbal (Pb) dan merkuri (Hg),” bebernya.

Melalui inovasi ini pun, Wulan bersama timnya berharap bisa mengantarkannya untuk meraih medali emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) yang bakal digelar pada bulan Agustus mendatang. (ita)