Meski bukan berlatar belakang ilmu hukum, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil meraih penghargaan dalam Kompetisi Penulisan Kajian Hukum Nama Domain Indonesia yang diselenggarakan oleh Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI), awal Mei lalu.
Kajiannya tentang wacana domain .ID yang akan dibuka untuk skala internasional berhasil mengantarkan Stanley Wijaya, mahasiswa Sistem Informasi ITS, ini menyabet juara pertama.
Domain .ID adalah nama unik yang digunakan untuk penamaan website di Indonesia. Sampai saat ini domain .ID memang hanya boleh dimiliki warga negara Indonesia dan warga negara asing yang mempunyai merek yang terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Institusi asing yang ingin memiliki domain .ID pun harus melalui perwakilannya di Indonesia. Sementara warga negara asing yang tidak ada hubungannya dengan Indonesia tidak bisa memiliki alamat internet ini karena tidak ada dokumen pendukung.
Namun selama tiga tahun terakhir mulai muncul wacana internasionalisasi domain .ID dan menimbulkan polemik tersendiri. Pasalnya, apabila Indonesia ingin daulat internet, maka domain .ID harus bisa dipakai di segala penjuru dunia, termasuk orang-orang Indonesia yang menetap di luar negeri.
Namun di sisi lain, tak bisa dipungkiri internasionalisasi domain .ID bisa meningkatkan ancaman kejahatan dunia maya seperti penipuan dan perjudian.
“Apabila pemerintah mau membuka domain .ID untuk skala internasional maka harus dilihat sumbernya, apakah bisa seefektif sekarang, mengingat PANDI selama ini cukup ketat menyeleksi website yang terdaftar atas nama domain tersebut,” ungkap mahasiswa asal Magetan tersebut.
Stanley pun mengatakan, apabila domain .ID memang akan dibuka secara internasional, maka warga negara asing harus tunduk terhadap hukum di Indonesia. Meskipun berbasis di luar negeri, pengguna domain tetap harus mematuhi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 27 ayat 1-4.
Adapun hal yang diatur dalam pasal tersebut adalah larangan memuat perjudian, penghinaan, pemerasan, serta melanggar asusila.
Peraturan yang dibuat bukan semata-mata untuk mengekang kebebasan pemilik domain, melainkan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan warganet. Dengan adanya PANDI, aktivitas berinternet juga lebih bisa dikontrol karena dapat mengurangi potensi pelanggaran hukum.
“Intinya setiap orang yang mendaftar domain .ID harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Berbagai hal yang berkaitan dengan kerangka hukum seperti mekanisme dan kepatuhan hukum serta hukuman bagi pelanggar pun harus diatur secara detail dan tegas,” terangnya.
Meski baru kali pertama menulis tentang kajian hukum, mantan ketua ITS TV ini mampu meraih juara pertama untuk kategori tema Penggunaan Nama Domain .ID bagi Pengguna Internasional.
Dari seluruh finalis yang diundang ke Jakarta, ia merupakan satu-satunya peserta yang berlatar belakang teknik. Bahkan Stanley tidak hanya bersaing dengan mahasiswa S1, tetapi juga dengan mahasiswa S2, S3, serta praktisi hukum lainnya.
Keberhasilan Stanley seakan membuktikan bahwa semua hal bisa dipelajari. Ia pun percaya bahwa kunci suksesnya berasal dari keyakinan untuk berani mencoba dan jangan pernah takut kalah.
“Kesempatan hanya sekali, kalau uang bisa dicari. Jangan sampai ketidaktahuan kita membatasi ruang gerak untuk berkarya,” pungkas mahasiswa berkacamata tersebut sembari tersenyum. (ita)