Dana Haji, Hati-Hati Penggunaannya
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Dana Haji, Hati-Hati Penggunaannya

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, bahwa Dana Haji merupakan dana umat, bukan dana pemerintah. Meski sekarang sudah ada Badan Pengelola Keuangan Haji (BKH) yang akan mengelola dana tersebut, Presiden mengingatkan agar hati-hati dalam penggunaan harus prudent, dan harus mengacu pada aturan perundang-undangan yang ada.

“Yang penting jangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada,” kata Presiden Jokowi kepada wartawan usai menghadiri Lebaran Betawi X, yang diselenggarakan di Pusat Perkampungan Budaya Betawi, di Setu Babakan, Jakarta, Selatan, Minggu (30/7) siang.

Mengenai penggunaan Dana Haji untuk proyek-proyek infrastruktur, Presiden Jokowi menjelaskan, bahwa itu hanya contoh dirinya. Presiden mempersilakan jika Dana Haji itu dipakai untuk Sukuk, atau ditaruh di bank syariah.

“Macam-macam, banyak sekali. Silakan ditaruh di bisnis-bisnis syariah, tetapi ingat itu adalah dana umat. Entah dipakai untuk sukuk, entah infrastruktur, entah dipakai untuk di bank syariah, semuanya harus dengan kehati-hatian, sekali lagi ini adalah dana umat,” tegas Presiden.

Tetapi kalau ditaruh di tempat-tempat yang memberikan keuntungan baik untuk umat muslim, untuk yang memiliki dana karena itu dana umat, dan juga berfungsi untuk keumatan yang lain untuk negara, Presiden menganggap itu lebih baik.

“Tetapi sekali lagi semuanya harus dikalkulasi yang cermat, perlu dihitung yang cermat. Semuanya harus dihitung, semuanya harus dikalkulasi, semuanya harus mengikuti peraturan perundangan-undangan yang ada, kan sudah ada Badan Pengelola Keuangan Haji, jadi harus betul-betul itu dihitung dikalkulasi,” tutur Presiden.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebelumnya mengatakan bahwa dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) boleh dikelola untuk hal-hal yang produktif, termasuk pembangunan infrastruktur. Kebolehan ini mengacu pada konstitusi maupun aturan fikih.

“Dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi untuk kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas,” ujar Menag Lukman di Jakarta, Sabtu (29/07).

Menag mengutip hasil Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List). Disebutkan bahwa dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.

Hasil investasi itu menjadi milik calon jemaah haji. Adapun pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar/tidak berlebihan. Namun demikian, dana BPIH tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.

Fatwa itu juga sejalan dengan aturan perundangan terkait pengelolaan dana haji. Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 mengatur bahwa BPKH selaku Wakil akan menerima mandat dari calon jemaah haji selaku Muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.

Mandat itu merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, dan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.

Akad wakalah ditandatangani setiap calon jemaah haji ketika membayar setoran awal BPIH. Melalui akad wakalah, calon jemaah haji selaku Muwakkil memberikan kuasa kepada Kementerian Agama selaku Wakil untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

UU 34/2014 mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH. Badan ini berwenang berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji ini dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jemaah haji.

Namun, investasi yang dilakukan BPKH juga harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.

“Selanjutnya, badan pelaksana maupun dewan pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolanya,” pungkas Menag sebagaimana disampaikan dalam siaran pers. (sak)