Jika pada 2014 lalu pemerintah baru menyalurkan bea siswa kepada 196.408 mahasiswa yang secara ekonomi kurang beruntung, pada Agustus 2018 ini, jumlah mahasiswa penerima kurang beruntung yang menerima beasiswa telah meningkat menjadi 302.764 orang.
“Ini terjadi pada kuartal 3 di tahun 2018. Nanti pada kuartal ke 4 ini akan terserap 368.961 beasiswa,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir pada konperensi pers 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, di Aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (23/10) sore.
Mengenai hasil pemberian beasiswa itu, Menristekdikti mengemukakan, ada beberapa anak bidik misi mereka setelah lulus ternyata bisa bekerja di perusahaan PT PLN.
Jabatan mereka adalah asisten analis hukum. Selain itu, ada juga yang dari Universitas Negeri Medan sekarang jadi dosen dan peneliti. Ada yang dari ITS Surabaya sekarang jadi surveyor di PT Biro Klasifikasi Indonesia.
Karena itu, Menristekdikti memastikan, akan terus memperluas peningkatan akses bagi mahasiswa yang ekonominya kurang beruntung ke seluruh Indonesia agar mereka juga berkesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi negeri.
“Jadi sekarang tidak ada lagi istilah anak miskin tidak bisa masuk perguruan tinggi negeri. Itu sudah nggak ada lagi,” tegas M. Nasir.
Menristekdikti juga menyampaikan, ternyata anak miskin yang masuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang melalui beasiswa bidik misi, IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) mereka rata-rata ini adalah 82,83% di atas 3,00.
“Rata-rata mereka bekerja di sektor guru karena banyak guru yang pegawai negeri atau swasta BUMN, studi lanjut atau di wirausaha,” ungkap Menristekdikti.
Mengenai beasiswa afirmasi untuk daerah Papua dan Papua Barat serta daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar), menurut Menristekdikti, pada awalnya hanya 1.673 tapi sekarang sudah dialokasikan pada semester triwulan ketiga sebanyak 4.715 mahasiswa, dan pada kuartal 4 nanti sebanyak 5.743 mahasiswa.
“Ini adalah yang menghasilkan lulusannya untuk anak Papua ini. IPKnya rata-rata 31% mereka yang IPKnya adalah 3,00. Jadi IPKnya cukup baguslah ini,” terang Menristekdikti.
Bagaimana dari hasil penelitian untuk kepentingan masyarakat? Menristekdikti M. Nasir menjelaskan, ada satu yang menghasilkan penelitian cukup baik, dan sudah bekerjasama dengan kementerian pertanian.
“Hasilnya rata-rata terendah itu 7 ton per hektar data kering dan hasil potensinya adalah 11, 2 ton data kering giling yaitu rata-rata tertinggi,” ungkap Menristekdikti.
Yang berikutnya adalah di penelitian yang bisa bermanfaat untuk masyarakat yaitu masalah garam farmasi, dimana garam farmasi yang ada di bawah ini rata-rata itu Indonesia pada tahun 2015 100% masih impor. Sekarang sudah diproduksi dalam negeri yang kandungan garamnya sudah 99,5% yaitu sudah diproduksi sekitar 35% di dalam negeri. Sedangkan untuk harganya dari harga Rp 700- Rp 1.000 per kg dengan garam farmasi menjadikan harganya Rp 15.000 – Rp 17.000 per kg. (sak)