Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah menyepakati kebijakan subsidi LPG 3 kg yang saat ini dilakukan secara terbuka, akan diubah menjadi secara tertutup dalam bentuk non tunai langsung kepada rumah tangga sasaran. Kebijakan yang bertujuan agar subsidi tepat sasaran tersebut akan dimulai paling lambat tahun 2022.
“Kebijakan subsidi LPG 3 kg diberikan secara tertutup dalam bentuk non tunai langsung kepada rumah tangga sasaran yaitu keluarga penerima manfaat (KPM), usaha mikro, petani dan nelayan yang berhak menerima subsidi sesuai dengan Data Terpadu Kementerian Sosial (DTKS),” kata Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah di Gedung Nusantara II DPR RI, pekan lalu, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Pemerintah mengenai formulasi subsidi dan kompensasi yang tepat sasaran bagi masyarakat miskin dan rentan miskin.
LPG 3 kg ini akan dijual dengan harga keekonomian untuk menghilangkan disparitas harga di pasar.
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah dalam RDP yang dipimpinnya mengatakan, besaran anggaran subsidi tiap tahunnya mengalami kenaikan. Hal ini karena subsidinya masih bersifat terbuka. Padahal harusnya dilakukan secara tertutup.
Said menegaskan, subsidi LPG 3 kg harus diberikan kepada masyarakat yang berhak. Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM harus mencocokkan data dengan Kementerian Sosial agar penerimanya tepat sasaran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu yang dalam RDP ini juga didampingi Dirjen Migas Tutuka Ariadji mengatakan, Pemerintah selalu berupaya menjaga konsistensi kebijakan dan memastikan kebijakan fiskal manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat.
Subsidi LPG 3 kg saat ini belum tepat sasaran. Selisih harga jual eceran dan patokan pada tahun 2020, lebih dari Rp 5.000. “Di 2021, itu sedang di-update dengan data terbaru sekitar Rp 6.000-Rp 7.000 perbedaannya,” tambah Febrio.
Subsidi yang dilakukan secara terbuka seperti sekarang ini menyebabkan LPG 3 kg dapat dibeli seluruh lapisan masyarakat, termasuk golongan berkemampuan. Berdasarkan data Kemenkeu, sebanyak 36% total subsidi saja yang dinikmati 40% termiskin. Sementara 40% terkaya, justru menikmati 39,5% dari total subsidi. “Ini adalah bentuk ketidakadilan,” tegasnya.
Pertimbangan lain yang tak kalah penting adalah sebanyak 72,1% LPG merupakan impor. Hanya sekitar 27,9% yang berasal dari domestik. Kebijakan ini harus diperbaiki dengan segera.
Febrio menegaskan, harga LPG 3 kg harus tepat dan negara tetap melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin.
RDP juga menyepakati bahwa metode penyaluran subsidi direkomendasikan salah satunya melalui teknologi sidik jari atau biometrik wajah. Sistem tersebut nantinya diintegrasikan dengan KPM bansos yang sudah ada sehingga tidak perlu lagi menggunakan kartu yang diberikan kepada penerima sesuai dengan DTKS. (sak)